Thursday, May 12, 2011

Kisah Saad bin Muaz

SA'AD BIN MUADZ"Kebahagiaan Bagimu, Wahai ABU AMR...!"
Pada usia 31 tahun ia masuk Islam. Dan dalam usia 31 tahun ia pergi menemui syahidnya. Dan antara hari keislamannya sampai saat wafatnya, telah diisi oleh Sa'ad bin Muadz dengan karya-karya gemilang dalam berhakti kepada Allah dan Rasul-Nya... .Lihatlah, Gambarkanlah dalam ingatan kalian laki-laki yang anggun berwajah tampan berseri-seri, dengan tubuh tinggi jangkung dan badan gemuk gempal ...? Nab, itulah dia ... !Bagai hendak dilipatnya bumi dengan melompat dan berlari menuju rumah As'ad bin Zurarah, untuk melihat seorang pria dari Mekah bernama Mush'ab bin Umeir yang dikirim oleh Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai utusan guna menyebarkan tauhid dan Agama Islam di Madinah ....Memang, ia pergi ke sana dengan tujuan hendak mengusir perantau ini ke luar perbatasan Madinah, agar ia membawa kembali Agamanya dan membiarkan penduduk Madinah dengan agama merekaTetapi baru saja ia bersama Useid bin Zurarah sampai ke dekat majlis Mush'ab di rumah sepupunya, tiba-tiba dadanya telah terhirup udara segar yang meniupkan rasa nyaman. Dan belum lagi ia sampai kepada hadirin dan duduk di antara mereka memasang telinga terhadap uraian-uraian Mush'ab, maka petunjuk Allah telah menerangi jiwa dan ruhnya.Demikianlah, dalam ketentuan taqdir yang mengagumkan, mempesona dan tidak terduga, pemimpin golongan Anshar itu melemparkan lembingnya jauh-jauh, lain mengulurkan tangan kanannya mengangkat bai'at kepada utusan Rasulullah saw.....Dan dengan masuk Islamnya Sa'ad, bersinarlah pula di Madinah mata hari baru, Yang pada garis edarnya akan berputar dan beriringan qalbu yang tidak sedikit jumlahnya, dan bersama Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam menyerahkan diri mereka kepada Allah Robbul'alamin . . . !Sa'ad telah memeluk Islam, memikul tanggung jawab itu dengan keberanian dan kebesaran ... Dan tatkala Rasulullah hijrah ke Madinah, maka rumah-rumah kediaman Bani Abdil Asyhal, yakni kabilah Sa'ad, pintunya terbuka lebar bagi golongan Muhajirin, begitu pula semua harta kekayaan mereka dapat dimanfa'atkan tanpa batas, pemakainya tidak perlu rendah diri dan jangan takut akan disodori bon perhitungan.Dan datanglah saat perang Badar ....Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengumpulkan shahabat-shahabatnya dari golongan Muhajirin dan Anshar untuk bermusyawarah dengan mereka tentang urusan perang itu dihadapkannya wajahnya yang mulia ke arah orang-orang Anshar, seraya katanya: "Kemukakanlah buah fikiran kalian, wahai shahabat ... !"Maka bangkitlah Sa'ad bin Mu'adz tak ubah bagi bendera di atas tiangnya, katanva: -"Wahai Rasulullah ! Kami telah beriman kepada anda, kami percaya dan mengakui bahwa apa yang anda bawa itu adalah hal yang benar, dan telah kami berikan pula ikrar dan janji-janji kami. Maka laksanakanlah terus, ya Rasulallah apa yang anda inginkan, dan kami akan selalu bersama anda ... ! Dan demi Allah yang telah mengutus anda membawa kebenaran! Seandainya anda menghadapkan kami ke lautan ini lalu anda menceburkan diri ke dalamnya, pastilah kami akan ikut mencebur, tak seorang pun yang akan mundur, dan kami tidak keberatan untuk menghadapi musuh esok pagi! Sungguh, kami tabah dalam pertempuran dan teguh menghadapi perjuangan ... ! Dan semoga Allah akan memperlihatkan kepada anda tindakan kami yang menyenangkan hati ... ! Maka maulailah kita berangkat dengan berkah Allah Ta'ala... !"Kata-kata Sa'ad itu muncul tak ubah bagai berita gembira, dan wajah Rasul pun bersinar-sinar dipenuhi rasa ridla dan bangga serta bahagia, lalu katanya kepada Kaum Muslimin: -"Marilah hita berangkat dan besarkan hati halian karena Allah telah menjanjihan kepadahu salah satu di antara dua golongan! ... Demi Allah,... sungguh seolah-olah tampak olehhu hehancuran orang-orang itu ... !" (al-Hadits)Dan di waktu perang Uhud, yakni ketika Kaum Muslimin telah cerai-berai disebabkan serangan mendadak dari tentara musyrikin, maka takkan sulit bagi penglihatan mata untuk menemukan kedudukan Sa'ad bin Mu'adz ....Kedua kakinya seolah-olah telah dipakukannya ke bumi di dekat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mempertahankan dan membelanya mati-matian, suatu hal yang agung, terpancar dari sikap hidupnya ....Kemudian datanglah pula saat perang Khandak, yang dengan jelas membuktikan kejantanan Sa'ad dan kepahlawanannya .... Perang Khandak ini merupakan bukti nyata atas persekongkolan dan siasat licik yang dilancarkan kepada Kaum Muslimin tanpa ampun, yaitu dari orang-orang yang dalam pertentangan mereka, tidak kenal perjanjian atau keadilan.Maka tatkala Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersama para shahabat hidup dengan sejahtera di Madinah mengabdikan diri kepada Allah saling nasihat-menasihati agar mentaati-Nya serta mengharap agar orang-orang Quraisy menghentikan serangan dan peperangan, kiranya segolongan pemimpin Yahudi secara diam-diam pergi ke Mekah lalu menghasut orang-orang Quraisy terhadap Rasulullah sambil memberikan janji dan ikrar akan berdiri di samping Quraisy bila terjadi peperangan dengan orang-orang Islam nanti.Pendeknya mereka telah membuat perjanjian dengan orang-orang musyrik itu, dan bersama-sama telah mengatur rencana dan siasat peperangan. Di samping itu dalam perjalanan pulang mereka ke Madinah, mereka berhasil pula menghasut suatu suku terbesar di antara suku-suku Arab yaitu kabilah Gathfan dan mencapai persetujuan untuk menggabungkan diri dengan tentara Quraisy.Siasat peperangan telah diatur dan tugas serta peranan telah dibagi-bagi. Quraisy dan Gathfan akan menyerang Madinah dengan tentara besar, sementara orang-orang Yahudi, di waktu Kaum Muslimin mendapat serangan secara mendadak itu, akan melakukan penghancuran di dalam kota dan sekelilingnya!Maka tatkala Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengetahui permufakatan jahat ini, beliau mengambil langkah-langkah pengamanan. Dititahkannyalah menggali khandak atau parit perlindungan sekeliling Madinah untuk membendung seubuan musuh. Di samping itu diutusnya pula Sa'ad bin Mu'adz dan Sa'ad bin Ubadah kepada Ka'ab bin Asad pemimpin Yahudi suku Quraidha untuk menyelidiki sikap mereka yang sesungguhnya terhadap orang yang akan datang, walaupun antara mereka dengan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sebenamya sudah ada beberapa perjanjian dan persetujuan damai.Dan alangkah terkejutnya kedua utusan Nabi, karena ketika bertemu dengan pemimpin Bani Quraidha itu, jawabnya ialah: -"Tak ada persetujuan atau perjanjian antara Kami dengan Muhammad... !"Menghadapkan penduduk Madinah kepada pertempuran sengit dan pengepungan ketat ini, terasa amat beuat bagi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. OLeh sebab itulah beliau memikirkan sesuatu siasat untuk memisahkan suku Gathfan dari Quraisy, hingga musuh yang akan menyerang, bilangan dan kekuatan mereka akan tinggal separoh.Siasat itu segera beliau laksanakan yaitu dengan mengadakan perundingan dengan para pemimpin Gathfan dan menawarkan agar mereka mengundurkan diri dari peperangan dengan imbalan akan beroleh sepertiga dari hasil pertanian Madinah. Tawaran itu disetujui oleh pemimpin Gathfan, dan tinggal lagi mencatat persetujuan itu hitam di atas putih ....Sewaktu usaha Nabi sampai sejauh ini, beliau tertegun, karena menyadari tiadaiah sewajarnya ia memutuskan sendiri masalah tersebut. Maka dipanggilnyalah para shahabatnya untuk merundingkannya. Terutama Sa'ad bin Mu'adz dan Sa'ad bin Ubadah, buah fikiran mereka amat diperhatikannya, karena kedua mereka adalah pemuka Madinah, dan yang pertama kali berhak untuk membicarakan seal tersebut dan memilih langkah mana yang akan diambil Rasulullah menceritakan kepada kedua mereka peristiwa perundingan yang berlangsung antaranya dengan pemimpin-pemimpin Gathfan. Tak lupa ia menyatakan bahwa langkah itu diambilnya ialah karena ingin menghindarkan kota dan penduduk Madinah dari serangan dan pengepungan dahsyat.Kedua pemimpin itu tampil mengajukan pertanyaan:"Wahai Rasulullah, apakah ini pendapat anda sendiri, ataukah wahyu yang dititahkan Allah ... ?" Ujar Rasulullah: "Bukan, tetapi ia adalah pendapatku yang kurasa baik untuk tuan-tuan! Demi Allah, saya tidak hendak melakukannya kecuali karena melihat orang-orang Arab hendak memanah tuan-tuan secara serentak dan mendesak tuan-tuan dari segenap jurusan.Maka saya bermaksud hendak membatasi kejahatan mereka sekecil mungkin.. !"Sa'ad bin Mu'adz merasa bahwa nilai mereka sebagai laki-laki dan orang-orang beriman, mendapat ujian betapa juga coraknya.Maka katanya: -'Wahai Rasulullah! Dahulu kami dan orang-orang itu berada dalam kemusyrikan dan pemujaan berhala, tiada mengabdikan diri pada Allah dan tidak kenal kepada-Nya, sedang mereka tak mengharapkan akan dapat makan sehutir kurma pun dari hasil bumi kami kecuali bila disuguhkan atau dengan cara jual beli .... Sekarang, apakah setelah kami beroleh kehormatan dari Allah dengan memeluk Islam dan mendapat bimbingan untuk menerimanya, dan setelah kami dimuliakan-Nya dengan anda dan dengan Agama itu, lain kami harus menyerahkan harta kekayaan kami ...? Demi Allah, kami tidak memerlukan itu, dan demi Allah, kami tak hendak memberi kepada mereka kecuali pedang ... hingga Allah menjatuhkan putusan-Nya dalam mengadili kami dengan mereka... !"Tanpa bertangguh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam merubah pendiriannya dan menyampaikan kepada para pemimpin suku Gathfan bahwa sahabat-sahabatnya menolak rencana perundingan, dan bahwa beliau menyetujui dan berpegang kepada putusan shahabatnya....Berselang beberapa hari, kota Madinah mengalami pengepungan ketat. Sebenarnya pengepungan itu lebih merupakan pilihannya sendiri daripada dipaksa orang, disebabkan adanya parit yang digali sekelilingnya untuk menjadi benteng perlindungan bagi dirinya. Kaum Muslimin pun memasuki suasana perang. Dan Sa'ad bin Mu'adz keluar membawa pedang dan tombaknya sambil berpantun:"Berhentilah sejenak, nantikan berkecamuknya perang Maut berkejaran menyambut ajal datang menjelang ... !"Dalam salah satu perjalanan kelilingnya nadi lengannya disambar anak panah yang dilepaskan oleh salah seorang musyrik.Darah menyembur dari pembuluhnya dan segera ia dirawat secara darurat untuk menghentikan keluamya darah. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menyuruh membawanya ke mesjid, dan agar didirikan kemah untuknya agar ia berada di dekatnya selama perawatan.Sa'ad, tokoh muda mereka itu dibawa oleh Kaum Muslimin ke tempatnya di mesjid Rasul. Ia menunjukkan pandangan matanya ke arah langit, lain mohonnya: -"Ya Allah, jika dari peperangan dengan Quuaisy ini masih ada yang Engkau sisakan, maka panjangkanlah umurku untuk menghadapinya! Karena tak ada golongan yang diinginkan untuk menghadapi mereka daripada kaum yang telah menganiaya Rasul-Mu,telah mendustakan dan mengusirnya... !Dan seandainya Engkau telah mengakhiri perang antara kami dengan mereka, jadikanlah kiranya musibah yang telah menimpa diriku sekarang ini sebagai jalan untuk menemui syahid ... ! Dan janganlah aku dimatikan sebelum tercapainya yang memuaskan hatiku dengan Bani Quraidha ... !"Allah-lah yang menjadi pembimbingmu, wahai Sa'ad bin Mu'adz ... ! Karena siapakah yang mampu mengeluarkan ucapan seperti itu dalam suasana demikian, selain dirimu ...?Dan permohonannya dikabulkan oleh Allah. Luka yang dideritanya menjadi penyebab yang mengantarkannya ke pintu syahid, karena sebulan setelah itu, akibat luka tersebut ia kembali menemui Tuhannya. Tetapi peristiwa itu terjadi setelah hatinya terobatil terhadap Bani Quraidha.Kisahnya ialah setelah orang-orang Quraisy merasa putus asa untuk dapat menyerbu kota Madinah dan ke dalam barisan mereka menyelinap rasa gelisah, maka mereka sama mengemasi barang perlengkapan dan alat senjata, lalu kembali ke Mekah dengan hampa tangan.Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berpendapat, mendiamkan perbuatan orang-orang Quraidha, berarti membuka kesempatan bagi kecurangan dan pengkhianatan mereka terhadap kota Madinah bilamana saja mereka menghendaki, suatu hal yang tak dapat dibiarkan berlalu! Oleh sebab itulah beliau mengerahkan shahabat-shahabatnya kepada Bani Quraidha itu. Mereka mengepung orang-orang Yahudi itu selama 25 hari. Dan tatkala dilihat oleh Bani Quraidha bahwa mereka tak dapat melepaskan diri dari Kaum Muslimin, mereka pun menyerahlah dan mengajukan permohonan kepada Rasulullah yang beroleh jawaban bahwa nasib mereka akan tergantung kepada putusan Sa'ad bin Mu'adz. Di masa jahiliyah dahulu, Sa'ad adalah sekutu Bani Quraidha ....Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengirim beberapa shahabat untuk membawa Saad bin Mu'adz dari kemah perawatannya di mesjid. Ia dinaikkan ke atas kendaraan, sementara badannya kelihatan lemah dan menderita sakit.Kata Rasulullah kepadanya: "Wahai Sa'ad! Berilah keputusanmu terhadap Bani Quraidha ... !" Dalam fikiran Sa'ad terbayang kembali kecurangan Bani Quraidha yang berakhir dengan perang Khandak dan nyaris menghancurkan kota Madinah serta penduduknya. Maka ujar Sa'ad: -- "Menurut pertimbanganku, orang-orang yang ikut berperang di antara mereka hendaklah dihukum bunuh. Perempuan dan anak mereka diambil jadi tawanan, sedang harta kekayaan mereka dibagi-bagi ... !" Demikianlah, sebelum meninggal, hati Sa'ad telah terobat terhadap Bani Quraidha....Luka yang diderita Sa'ad setiap hari bahkan setiap jam kian bertambah parah .... Pada suatu hari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam datang menjenguknya. Kiranya didapatinya ia dalam saat terakhir dari hayatnya. Maka Rasulullah meraih kepalanya dan menaruhnya di atas pangkuannya, lain berdu'a kepada Allah, katanya: "Ya Allah, Sa'ad telah berjihad di jalan-mu ia telah membenarkan Rasul-Mu dan telah memenuhi kewajibannya. Maka terimalah ruhnya dengan sebaik-baiknya cara Engkau menerima ruh... !"Kata-kata yang dipanjatkan Nabi itu rupanya telah memberikan kesejukan dan perasaan tenteram kepada ruh yang hendak pergi. Dengan susah payah dicobanya membuka kedua matanya dengan harapan kiranya wajah Rasulullah adalah yang terakhir dilihatnya selagi hidup ini, katanya: "Salam atasmu, wahai Rasulullah... ! Ketahuilah bahwa aku mengakui bahwa anda adalah Rasulullah!" Rasulullah pun memandangi wajah Sa'ad lalu katanya: "Kebahaggaan bagimu wahai Abu Amr ... !"Berkata Abu Sa'id al-Khudri: -- "Saya adalah salah seorang yang menggali makam untuk Sa'ad · ... Dan setiap kami menggali satu lapisan tanah, tercium oleh kami wangi kesturi, hingga sampai ke liang lahat".Musibah dengan kematian Sa'ad yang menimpa Kaum Muslimin terasa berat sekali. Tetapi hiburan mereka juga tinggi "ilainya, karena mereka dengar Rasul mereka yang mulia bersabda: "Sungguh, 'Arasy Tuhan Yang Rahman bergetar dengan berpulangnya Sa'ad bin Mu'adz ... !
sumber : www.al-sofwa.or.id

Kisah Zubair bin Awwam

ZUBAIR BIN AWWAM radhiallahu 'anhu
Pembela Rasulullah Shallallahu alaihi wa salam

Setiap tersebut nama Thalhah, pastilah disebut orang nama Zubair! Begitu pula setiap disebut nama Zubair, pastilah disebut orang pula nama Thalhah ... ! Maka sewaktu Rasulullah shallallahu alaihi wasalam mempersaudarakan para shahabatnya di Mekah sebelum Hijrah, beliau telah mempersaudarakan antara Thalhah dengan Zubair. Sudah semenjak lama Nabi shallallahu alaihi wasalam memperkatakan keduanya secara bersamaan ..., seperti kata beliau: "Thalhah dan Zubair adalah tetanggaku di dalam surga''. Dan kedua mereka berhimpun bersama Rasul dalam kerabat dan keturunan. Adapun Thalhah bertemu asal-usul turunannya dengan Rasul pada Murrah bin Ka'ab. Sedang Zubair bertemu pula asal-usulnya dengan Rasulullah pada Qusai bin Kilab, sebagaimana pula ibunya Shafiah, adalah saudara bapak Rasulullah Thalhah dan Zubair, kedua mereka banyak persamaan satu sama lain dalam aliran kehidupan .... Persamaan di antara keduanya sangat banyak dalam pertumbuhan di masa remaja... kekayaan, kedermawanan, keteguhan beragama dan kegagah-beranian. Keduanya termasuk orang-orang angkatan pertama masuk Islam dan tergolong kepada sepuluh orang yang diberi kabar gembira oleh Rasul masuk surga. Keduanya juga sama termasuk kelompok shahabat ahli musyawarah yang enam, yang diserahi tugas oleh Umar bin Khatthab memilih Khalifah sepeninggal-nya.... Akhir hayatnya juga bersamaan secara sempurna ...bahkan satu sama lain tidak berbeda ... ! Sebagaimana telah kita katakan, Zubair termasuk dalam rombongan pertama yang masuk Islam, karena ia adalah dari golongan tujuh orang yang mula-mula menyatakan keislamannya, dan sebagai perintis telah memainkan peranannya yang penuh berkat di rumah Arqam .... Usianya yaitu itu baru limabelas tahun. Dan begitulah ia telah diberi petunjuk, nur dan kebaikan selagi masih remaja .... Ia benar-benar seorang penunggang kuda dan berani sejak kecilnya ...hingga ahli sejarah menyebutnya bahwa pedang pertama yang dihunuskan untuk membela Islam adalah Zubair bin 'Awwam. Pada hari-hari pertama dari Islam, sementara Kaum Muslimin waktu itu sedikit sekali hingga mereka selalu bersembunyi-sembunyi di rumah Arqam, tiba-tiba pada suatu hari tersebar berita bahwa Rasul terbunuh. Seketika itu, tiada lain tindakan Zubair kecuali menghunus pedang dan mengacungkannya, lain ia berjalan di jalan-jalan kota Mekah laksana tiupan angin kercang, padahal ia masih muda belia ... ! Ia pergi mula-mula meneliti berita tersebut dengan bertekadad andainya berita itu ternyata benar, maka niscaya pedangnya akan menebas semua pundak orang Quraisy, sehingga ia mengalahkan mereka, atau mereka menewaskan-nya.... Di suatu tempat ketinggian kota mekah, Rasulullah menemukannya, lain bertanya akan maksudnya. Zubair menyampaikan berita tersebut .... Maka Rasulullah memohonkan bahagia dan mendu'akan kebaikan baginya serta keampuhan bagi pedangnya. Sekalipun Zubair seorang bangsawan terpandang dalam kaumnya, namun tak kurang ia menang,6ung adzab derita dan penyiksaan Quraisy. Yang memimpin penyiksaan itu adalah pamannya sendiri. Pernah ia disekap di suatu kurungan, kemudian dipenuhi dengan embusan asap api agar sesak nafasnya, lalu dipanggilnya Zubair di bawah tekanan siksa: "Tolaklah olehmu Tuhan Muhammad itu, nanti kulepaskan kamu dari siksa ini!"Tantangan itu dijawab oleh Zubair dengan pedas dan mengejutkan: "Tidak !... demi Allah, aku tak akan kembali kepada kekafiran untuk selama-lamanya!" Padahal pada waktu itu ia belum menjadi pemuda teruna, masih belia bertulang lembut .... Zubair melakukan hijrah ke Habsyi (Ethiopia) dua kali, yang pertama dan yang kedua, kemudian ia kembali, untuk menyertai ketinggalan semua peperangan bersama Rasulullah. Tak perna ia ketinggalan dalam berperang atau bertempur. Banyaknya tusukan dan luka-luka yang terdapat pada tubuhnya dan masih berbekas sesudah lukanya itu sembuh membuktikan pula kepahlawanan Zubair dan keperkasaannya... ! Maka marilah kita dengarkan bicara salah seorang shahabatnya yang telah menyaksikan bekas-bekas luka yang terdapat hampir pada segenap bagian tubuhnya, demikian katanya: "Aku pernah menemani Zubair ibnul 'Awwam pada sebagian perjalanan dan aku melihat tubuhnya, maka aku saksikan banyak sekali bekas luka goresan pedang, sedang di dadanya terdapat seperti mata air yang dalam, menunjukkan bekas tusukan lembing dan anak panah .... Maka kataku kepadanya: "Demi Allah, telah kusaksikan sendiri pada tubuhmu apa yang belum pernah kulihat pada orang lain sedikit pun ... !" Mendengar itu Zubair menjawab: "Demi Allah, semua luka-luka itu kudapat bersama Rasulullah pada peperangan di jalan Allah .... !" Ketika perang Uhud usai dan pasukan Quuaisy berbalik kembali ke Mekah, ia diutus Rasul bersama Abu Bakar untuk mengikuti gerakan tentara Quraisy dan menghalau mereka, hingga mereka menganggap Kaum Muslimin masih punya kekuatan, dan tidak terpikir lagi untuk kembali ke Madinah guna memulai peperangan yang baru. Abu Bakar dan Zubair memimpin tujuhpuluh orang Muslimin. Sekalipun mereka sebenarnya sedang mengikuti suatu pasukan yang menang, namun kecerdikan dan muslihat perang yang dipergunakan oleh ash-Shiddiq dan Zubair, membuat orang-orang Quraisy menyangka bahwa mereka salah duga menilai kekuatan Kaum Muslimin, dan membuat mereka berfikir, bahwa pasukan perintis yang diPimpin oleh Zubair dan ash-Shiddiq dan tampak kuat, tak lain sebagai pendahuluan dari balatentara Rasul yang menyusul di belakang, dan akan tampil menghalau mereka dengan dansyat. Karena itu mereka bergegas mempercepat perjalanannya dan mengambil langkah seribu pulang ke Mekah! Di samping Yarmuk, Zubair merupakan seorang prajurit yang memimpin langsung suatu pasukan .... Sewaktu ia melihat sebagian besar anak buah yang dipimpinnya merasa gentar menghadapi balatentara Romawi yang menggunung maju, ia meneriakkan "Allahu Akbar" ...dan maju membelah pasukan musuh yang mendekat itu seorang diri dengan mengayunkan pedangnya, kemudian ia kembali ke tengah-tengah barisan musuh yang dahsyat itu dengan pedang di tangan kanannya, menari-nari dan berputar bagaikan kincir, tak pernah melemah apalagi berhenti .... Zubair radhiallahu anhu . sangat gandrung menemui syahid! Amat merindukan mati di jalan Allah.') Ia pernah berkata: "Thalhah bin Ubaidillah memberi nama anak-anaknya dengan nama Nabi-nabi padahal sudah sama diketahui bahwa tak ada Nabi lagi sesudah Muhammad saw. ... maka aku menamai anak-anakku dengan nama para syuhada, semoga mereka berjuang mengikuti syuhada ... ! Begitulah dinamainya seorang anaknya Abdullah bin Zubair mengambil berkat dengan shahabat yang syahid Abdullah bin Jahasy. Dinamainya pula seorang lagi al-Munzir bin Amr mengambil berkat dengan shahabat yang syahid al-Munzir bin Amar. Dinamainya pula yang lain 'Urwah mengambil berkat dengan 'Urwah bin Amar. Dan ada pula yang dinamainya Hamzah, mengambil berkat dengan syahid yang mulia Hamzah bin Abdul Muthalib. Ada lagi Ja'far, mengambil berkat dengan syahid yang besar Ja'far bin Abu Thalib. Juga ada yang dinamakannya Mush'ab mengambil berkat dengan shahabat yang syahid Mush'ab bin Umeir. Tidak ketinggalan yang dinamainya Khalid mengambil berkat dengan shahabat Khalid bin Sa'id. Demikianlah ia seterusnya memilih untuk anak-anaknya nama para syuhada, dengan pengharapan agar sewaktu datang ajal mereka nanti, mereka tercatat sebagai syuhada ... ! Dalam riwayat hidupnya telah dikemukakan:"bahwa ia tak pernah memerintah satu daerah pun, tidak pula mengumpul pajak atau bea cukai, pendeknya tak ada jabatannya yang lain kecuali berperang pada jalan Allah ... ". Kelebihannya sebagai prajurit perang tergambar pada pengandalannya pada dirinya sendiri secara sempurna dan kepercayaan yang teguh. Sekalipun sampai seratus ribu orang menyertainya di medan tempur, namun akan kau lihat bahwa ia berperang seakan-akan sendirian di arena pertempuran ..., dan seolah-olah tanggung jawab perang dan kemenangan terpikul di atas pundaknya sendiri. Keistimewaannya sebagai pejuang, terlukis pada keteguhan hatinya dan kekuatan urat syarafnya. Ia menyaksikan gugur pamannya Hamzah di perang Uhud. Orang-orang musyrik telah menyayat-nyayat tubuhnya yang terbunuh itu dengan kejam, maka ia berdiri di mukanya dengan sikap satria menahan gejolak hati dengan memegang teguh hulu pedangnya. Tak ada fikirannya yang lain daripada mengadakan pembalasan yang setimpal, tapi wahyu segera datang melarang Rasul dan Muslimin hanya mengingat soal itu saja .... Dan sewaktu pengepungan atas Bani Quraidha sudah berjalan lama tanpa membawa hasil, Rasulullah mengirimnya bersama Ali bin Abi Thalib. Ia berdiri di muka benteng musuh yang kuat serta mengulang-ulang ucapannya: "Demi Allah, biar kami rasakan sendiri apa yang dirasakan Hamzah, atau kalau tidak, akan kami tundukkan benteng mereka ... !" Kemudian ia terjun ke dalam benteng hanya berdua saja dengan Ali.... Dan dengan kekuatan urat syaraf yang mempesona, mereka berdua berhasil menyebarkan rasa takut pada musuh yang bertahan dalam benteng, lain membukakan pintu-pintu benteng tersebut bagi kawan-kawan mereka di luar Di perang Hunain, Zubair melihat pemimpin suku Hawazin yang juga menjadi panglima pasukan musyrik dalam perang tersebut nama-nama Malik bin Auf ..., terihat olehnya sesudah pasukan Hawazin bersama panglimanya lari tunggang langgang dari medan perang Hunain, ia sedang berada di tengah-tengah gerombolan besar shahabat-shahabatnya bersama sisa pasukan yang kalah, maka secara tiba-tiba diserbunya rombongan itu seorang diri, dan dikucar -kacirkannya kesatuan meueka, kemudian dihalaunya mereka dari tempat persembunyian yang mereka gunakan sebagai pangkalan untuk menyergap pemimpin-pemimpin Islam yang baru kembali dari arena peperangan. Kecintaan dan penghargaan Rasul terhadap Zubair luar biasa sekali, dan Rasulullah sangat membanggakannya, katanya: "Setiap Nabi mempunyai pembela dan pembelaku adalah Zubair bin 'Awwam ... !'' Karena bukan saja ia saudara sepupunya dan suami dari Asma binti Abu Bakar yang empunya dua puteri semata, tapi iebih dari itu adalah karena pengabdiannya yang Iuar biasa, keberaniannya yang perkasa, kepemurahannya yang tidak terkira dan pengurbanan diri dan hartanya untuk Allah Tuhan dari alam semesta. Sungguh, Hasan bin Tsabit telah melukiskan sifat-sifatnya ini dengan indah sekali, katanya: "Ia berdiri teguh menepati janjinya kepada Nabi dan mengikuti petunjuknya. Menjadi pembelanya, sementara perbuatan sesuai dengan perkataannya. Ditempuhnya jalan yang telah digunakannya, tak hendak menyimpang daripadanya. Bertindak sebagai pembela kebenaran, karena kebenaran itu jalan sebaik-baiknya. Ia adalah seorang berkuda yang termasyhur, dan pahlawan yang gagah perkasa.Merajalela di medan perang dan ditakuti di setiap arena.Dengan Rasulullah memplanyai pertalian darah dan masih berhubungan keluarga.Dan dalam membela Islam mempunyai jasa-jasa yang tidak terkira.Betapa banyaknya marabahaya yang mengancam Rasulullah Nabi al-Musthafa.Disingkirkan Zubair dengan ujung pedangnya, maka semoga Allah membalas jasa-jasanya" Ia seorang yang berbudi tinggi dan bersifat mulia.... Keberanian dan kepemurahannya seimbang laksana dua kuda satu tarikan ... ! Ia telah berhasil mengurus perniagaannya dengan gemilang, kekayaannya melimpah, tetapi semua itu dibelanjakannya untuk membela Islam, sehingga ia sendiri mati dalam berutang ... ! Tawakkalnya kepada Allah merupakan dasar kepemurahannya, sumber keberanian dan pengurbanannya hingga ia rela menyerahkan nyawanya, dan diwasiatkannya kepada anaknya Abdullah untuk melunasi utang-utangnya, demikian pesannya: "Bila aku tak mampu membayar utang, minta tolonglah kepada Maulana - induk semang kita -- "Lalu ditanya anaknya Abdullah: "Maulana yang mana bapak maksudkan ... ?" Maka jawabnya: "Yaitu Allah .... Induk Semang dan Penolong kita yang paling utama ... !" Kata Abdullah kemudian: "Maka demi Allah, setiap aku terjatuh ke dalam kesukaran karena utangnya, tetap aku memohon: "Wahai Induk Semang Zubair, lunasilah utangnya, maka Allah mengabulkan permohonan itu, dan alhamdulillah hutang pun dapat dilunasi ... " Dalam perang Jamal sebagaimana telah kami utarakan dalam ceriteranya yang lalu mengenai Thalhah, Zubair menemui akhir hayat dan tempat kesudahannya .... Sesudah ia menyadari kebenaran dan berlepas tangan dari peperangan, terus diintai oleh golongan yang menghendaki terus berkobarnya api fitnah, lalu ia pun ditusuk oleh seorang pembunuh yang curang waktu ia sedang lengah, yakni di kala ia sedang shalat menghadap Tuhannya.... Si pembunuh itu pergi kepada Imam All, dengan maksud melaporkan tindakannya terhadap Zubair, dengan dugaan bahwa kabar itu akan membuat Ali bersenang hati, apalagi sambil menanggalkan pedang-pedang Zubair yang telah dirampasnya setelah melakukan kejahatan tersebut .... Tetapi Ali berteriak demi mengetahui bahwa di muka pintu ada pembunuh Zubair yang minta idzin masuk dan memerintahkan orang untuk mengusirnya, katanya: "Sampaikan berita kepada pembunuh putera ibu Shafiah itu, bahwa untuknya telah disediakan api neraka ... !" Dan ketika pedang Zubair ditunjukkan kepada Ali oleh beberapa shahabatnya, ia menciumn dan lama sekali ia menangis kemudian katanya: "Demi Allah, pedang ini sudah banyak berjasa, digunakan oleh pemiliknya untuk melindungi Rasulullah dari marabahaya ... Dalam mengakhiri pembicaraan kita mengenai dirinya, apakah masih ada penghormatan yang lebih indah dan berharga untuk dipersembahkan kepada Zubair, dari ucapan Imam Ali sendiri ... ? Yaitu : "Selamat dan bahagia bagi Zubair dalam kematian sesudah mencapai kejayaan hidupnya ! Selamat, kemudian selamat kita ucapkan kepada pembela Rasulullah ... !"

Kisah Utbah bin Ghazwan

UTBAH BIN GHAZWAN"
ESOK LUSA AKAN KALIAN LIHAT PEJABAT-PEJABAT PEMERINTAHAN YANG LAIN DARIPADAKU"

Di antara Muslimin yang lebih dulu masuk Islam, dan di antara muhajirin pertama yang hijrah ke Habsyi, kemudian ke Madinah ..., dan di antara pemanah pilihan yang tak banyak jumlahnya yang telah berjasa besar dijalan Allah,terdapat seorang laki-laki yang berperawa'kan tinggi dengan muka bercahaya dan rendah hati, namanya Utbah bin Ghazwan ....Ia adalah orang ketujuh dari kelompok tujuh perintis yang bai'at berjanji setia, dengan menjabat tangan kanan Rasulullah dengan tangan kanan mereka, bersedia menghadapi orang-orang Quraisy yang sedang memegang kekuatan dan kekuasaan serta gemar menuruti nafsu angkara.Pada hari-bari pertama dimulainya da'wah .-.., dan pada hari-hari penderitaan dan kesukaran, Utbah bersama kawan-kawannya telah memegang teguh suatu prinsip hidup yang mulia, yang kelak kemudian -menjadi -bekal dan makanan bagi hati nurani manusia dan akan berkembang menjadi luas melalui perkembangan masa....Sewaktu Rasulullah shallallahu alaihi wasalam menyuruh shahabat -shahabatnya berhijrah ke Habsyi, termasuklah Utbah di antara orang muhajirin itu .... Tetapi kerinduannya kepada Nabi shallallahu alaihi wasalam tidak membiarkannya menetap di sana, segeralah ia menjelajah daratan dan mengarungi lautan kembali ke Mekah, lain tinggal di sana di samping Rasul hingga datang saatnya hijrah ke Madinah, maka Utbah pun hijrahlah bersama Kaum Muslimin lainnya....Dan semenjak orang-orang Quraisy melakukan gangguannya dan melancarkan peperangan, Utbah selalu membawa panah dan tombaknya. Ia melemparkan tombaknya dengan ketepatan yang luar biasa, dan bersama-sama kawan-kawannya orang-orang Mu'minin lainnya digunakannya panah untuk menghancurkan alam hidup dan berfikir usang dengan segala berhala dan kebohongannya.Di waktu Rasul yang mulia wafat menemui Tuhannya Yang Maha Tinggi ia belum iagi hendak meletakkan senjatanya bahkan selalu berkelana berperang di muka bumi. Dan ketika berhadapan dengan tentara Persi ia·melakukan perjuangan yang tak ada taranya ....Amirul Mu'minin Umar mengirimkannya ke Ubullah untuk membebaskan negeri itu dan membersihkan buminya dari orang-orang Persi yang menjadikannya sebagai batu loncatan untuk menghancurkan kekuatan Islam yang sedang maju melintas wilayah-wilayah kerajaan Persi, serta untuk membebaskan negeri Allah dan hamba-Nya dari cengkraman penjajahan mereka ....Dan berkatalah Umar kepadanya sewaktu melepaskan bersama tentaranya: "Berjalanlah anda bersama anak buah anda, hingga sampai batas terjauh dari negeri Arab, dan batas terdekat negeri Persi.... !Pergilah dengan restu Allah dan berkah-Nya... ! Serulah ke jalan Allah siapa yang man dan bersedia ... ! Dan siapa yang menolak hendaklah ia membayar pajak ... !Dan bagi setiap penantang, maka pedang bagiannya, tanpa pilih bulu... !Tabahlah menghadapi musuh serta taqwalah kepada Allah Tuhanmu !"Pergilah Utbah memimpin pasukannya yang tidak seberapa besar itu hingga sampai ke Ubullah .... Ketika itu orang-orang Persi telah menyiapkan balatentara mekeka yang terkuat. Utbah pun menyusun kekuatannya dan berdiri di muka pasukannya sambil membawa tombak di tangannya yang belum pernah meleset dari sasarannya semenjak ia berkenalan dengan tombak.Ia berseru di tengah-tengah tentaranya: -- "Allahu Akbar, shadaqa wa'dah': artinya "Allah Maha Besar, Ia menepati janjiNya".Dan seolah-olah ia dapat membaca apa yang akan terjadi, karena tak lama setelah·terjadi pertempuran kecil-kecilan, Ubullah pun menyerahlah dan daerahnya dibersihkan dari tentara Persi, dan penduduknya terbebas dari kekejaman selama ini, yang mereka rasakan tak ubah dengan mereka ...dan benarlah Allah yang Maha Besar itu telah menepati janji-Nya ... !Di tempat berdirinya Ubullah itu, Utbah membangun kota Basrah dengan dilengkapi sarana perkotaan termasuk sebuah mesjid besar .... Dan sekarang ia bermaksud meninggalkan negeri itu dan kembali ke Madinah, menjauhkan diri dari urusan pemerintahan,'tapi Amirul Mu'minin Umar keberatan dan menyuruhnya tetap di sana ....Utbah pun memenuhi keinginan khalifah, membimbing rakyat melaksanakan shalat, memberi pengertian dalam soal Agama, menegakkan hukum dengan adil, serta memberi contoh teladan yang sangat mengag'umkan tentang kezuhudan, wara dan kesederhanaan....Dengan tekun dikikisnya kemewahan dan sikap berlebih-lebihan sekuat dayanya, sehingga menjengkelkan mereka yang dipengaruhi oleh ni'mat kesenangan dan hawa nafsu ....Pada suatu hari Utbah pun berdiri berpidato di tengah-tengah mereka, katanya: "Demi Allah, sesungguhnya telah kalian lihat aku bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasalam sebagai salah seorang kelompok tujuh, yang tak punya makanan kecuali daun-daun kayu, sehingga bagian dalam mulut kami pecah-pecah dan luka-luka!Di suatu hari aku beroleh rizqi sehelai baju burdah, lalu kubelah dua, yang sebelah kuberikan kepada Sa'ad bin Malik dan sebelah lagi kupakai untuk diriku ... !"Utbah sangat menakuti dunia yang akan merusak Agamanya. Dan dia menakuti hal yang serupa terhadap Kaum Muslimin.Karena itu ia selalu membimbing mereka atas kesederhanaan dan hidup bersahaja. Banyak orang yang mencoba hendak merubah pendiriannya dan membangkitkan dalam Jlwanya kesadaran sebagai penguasa, serta hak-haknya sebagai seorang penguasa, terutama di negeri-negen yang raja-rajanya belum terbiasa dengan zuhud dan hidup sederhana sementara penduduknya menghargai tanda-tanda lahiriah yang berlebihan dan gemerlapan.... Terhadap hal-hal ini Utbah menjawabnya dengan katanya: -- "Aku melindungkan diri kepada Allah dari sanjungan orang terhadap diriku karena kemewahan dunia, tetapi kecil pada sisi Allah...!"Dan tatkala dilihatnya rasa keberatan pada wajah-wajah orang banyak karena sikap kerasnya membawa mereka kepada kewajaran dan hidup sederhana, berkatalah ia kepada mereka:-- "Besok lusa akan kalian lihat pimpinan pemerintahan dipegang orang lain menggantikan daku ... !"Dan datanglah musim haji, diwakiikannya pemerintahan Basrah kepada salah seorang temannya, dan ia pun pergilah menunaikan ibadah haJ1. Sewaktu ia teiah selesai: menunaikan ibadahnya berangkatlah ia ke Madinah. Di sana ia memohon kepada Amirul Mu'minin agar diperkenankan mengundurkan diri dari pemerintahan ....Tetapi Umar tiada hendak menyia-nyiakan corak kepribadian dari orang-orang zuhud seperti ini yang menjauhkan diri dari barang yang amat didambakan dan menjadi inceran orang-orang lain. Pernah beliau berkata kepada mereka: -- "Apakah kalian hendak menaruh amanat di atas pundakku ... ! Kemudian kalian tinggalkan aku memikulnya seorang diri ... ?:Tidak, demi Allah tidak kuidzinkan untuk selama-lamanya "Dan demikianlah pula yang diucapkannya kepada Utbah bin Ghazwan .... Dan karenanya man tak mau Utbah harus patuh dan taat, maka ia pergi menuju kendaraannya, hendak menungganginya kembali ke Basrah.Tetapi sebelum naik ke atas kendaraan itu, ia menghadap ke arab kiblat, lalu mengangkat kedua telapak tangannya yang lemah lunglai itu ke langit sambil memohon kepada Tuhannya azza wajalla, agar ia tidak dikembalikan-Nya ke Basrah dan tidak pula kepada pimpinan pemerintahan untuk selama-lamanya....Dan du'anya pun diperkenankan Tuhannya.... Selagi ia dalam perjalanan ke wilayah peme~intahannya, maut datang menjemputnya .... Ruhnya naik ke pangkuan Penciptanya, bersukacita dengan pengurbanan dan darma baktinya, kezuhudan dan kesahajaannya. Begitupun karena nikmat yang telah disempurnakan-Nya dan oleh karena pahala yang telah disediakan-Nya untuk dirinya ....
sumber : www.al-sofwa.or.id

Kisah Umair bin Wahab

UMEIR BIM WAHAB
JAGOAN QURAISY YANG BERBALIK MENJADI PEMBELA ISLAM YANG GIGIH

Di perang Badar ia termasuk salah seorang pemimpin Quraisy yang menghunus pedangnya untuk menumpas Islam. la·seorang yang tajam penglihatan dan teliti perhitungannya. Oleh karena itulah ia diutus kaumnya untuk menyelidiki jumlah Kaum Muslimin yang ikut pergi berperang dengan Rasul, dan untuk mengamat-amati apakah di belakang itu ada balabantuan atau yang masih bersembunyi....Umeir bin Wahab alJamhi pun berangkatlah, dan dengan kudanya ia dapat mengamati sekeliling perkemahan pasukan Muslimin, kemudian kembalilah ia membeui laporan kepada kaumnya, bahwa kekuatan mereka kurang lebih tigaratus orang dan perkiraannya itu ternyata benar.Lalu mereka menanyainya, apakah di belakang itu ada balabantuan, yang dijawabnya: "Aku tidak melihat apa-apa lagi di belakang mereka ... tetapi wahai kaum Quraisy, terbayang di hadapanku pusara-pusara menganga yang menantikan jasad mereka ... ! Mereka adalah kaum yang tidak mempunyai pertahanan dan perlindungan kecuali pedang mereka sendiri ... ! Demi Allah, tidak mungkin salah seorang di antara mereka terbunuh, tanpa terbunuhnya seorang di antara kita sebagai imbalannya! Maka apabila jumlah kita yang tewas sama dengan jumlah mereka, kehidupan mana lagi yang lebih baik setelah itu ... ? Nab, cobalah kamu fikirkan baik-baik... !"Kata-kata dan buah fikirannya itu berkesan dan berpengaruh kepada sebagian di antara pemimpin-pemimpin Quraisy, dan hampir saja mereka menghimpun laki-laki mereka untuk kembali pulang ke Mekah tanpa perang, seandainya Abu Jahal tidak merusakkan fikiran tersebut. Dikobarkannyalah api kebencian ke dalam jiwa mereka, tegasnya api peperangan di mana ia sendiri tewas sebagai korbannya yang pertama …! ****** Penduduk Mekah memberinnya,gelar dengan "Jagoan Quraisy". Di perang Badar itu, benar-benar si Jagoan ini mendapat pukulan hebat, karena usahanya menemui kegagalan total. Orang-orang Quraisy kembali ke Mekah dengan kekuatan yang telah hancur, berantakan. Umeir bin Wahab telah pula meninggalkan darah dagingnya sendiri di Ma'dinah ..., karena anaknya jatuh menjadi tawanan Kaum Muslimin.Pada suatu hari kebetulan ia,terlibat dalam percakapan dengan pamannya Shafwan bin Umaiyah .... Shafwan ini sejak lama memendam rasa dendam dan bencinya dengan getir, karena ayahnya Umaiyah bin Khalaf menemui ajalnya tewas di perang Badar, sedang tulang belulangnya telah mendekam di sumur tua.Shafwan dan Umeir duduk berbincang-bincang sama-sama melampiaskan kebenciannya. Marilah kita panggil 'Urwah bin Zubeir untuk memaparkan percakapan panjang mereka kepada kita:Kata Shafwan: 'Demi Allah, tak ada lagi gunanya hidup kita setelah peristiwa itu .... !"`Dan berkata pula Umeir: "Kau benar, dan demi Allah, kalau karena utang yang belum sempat kubayar, dan keluarga yang kukhawatirkan akan tersia-sia sepeninggalku, niscaya aku berangkat mencari Muhammad saw untuk membunuhnya. .. !" "Aku mempunyai alasan kuat untuk berbicara dengannya, akan kukatakan, bahwa aku datang untuk membicarakan anakku yang tertawan itu". Shafwan segera menanggapi dan katanya pula: "Biarlah aku yangmenanggung utangmu ..., akan kulunasi semua dan keluargamu hidup bersama keluargaku, akan kujaga mereka seperti keluargaku!"Maka kata Umeir lagi: "Nah, kalau begitu marilah kita simpan rahasia kita ini ... !" Kemudian Umeir meminta pedangnya, yang sudah disuruhnya asah dan diberi racun. Maka berangkatlah ia hingga sampai di Madinah ....Di Madinah selagi Umar bin Khatthab bercakap-cakap dengan sekelompok Muslimih tentang perang Badar dan mereka menyebut-nyebut pertolongan Allah kepada mereka, sewaktu ia menoleh, tampaklah olehnya Ume`ir bin Wahab yang baru saja menambatkan tunggangannya di muka mesjid, siap mempergunakan pedangnya, maka kata Umar:"Itu si Umeir bin Wahab anjing musuh Allah! Demi Allah, pastilah kedatangannya untuk maksud jahat ialah yang telah menghasut orang banyak dan mengerahkan mereka untuk memerangi kita di perang Badar .. !"Lalu Umar masuk menghadap Rasulullah saw dan terus berkata: "Ya Nabi Allah, itu si Umeir musuh Allah, ia telah datang siap menghunus pedangnya Jawab Rasulullah saw.: "Suruhlah ia masuk menghadapku ... !:Umar pun pergi mengambil pedangnya dan menimang-nimangnya di tangan, sembari mengatakan kepada orang-orang Anshar yang ada di sana, agar mereka masuk semua dan duduk dekat Rasulullah sambil mengawasi tindak tanduk bajingan itu terhadap Rasul, karena ia tidak dapat dipercaya. Lalu Umar membawa masuk Umeir menghadap Nabi, sambil membawa pedangnya yang tersandang di pundaknya, dan sewaktu hal ini dilihat oleh Rasul, beliau berkata: "Biarkanlah ia wahai Umar ..., dan anda wahai Umeir ..., dekatlah ke mari!"Umeir pun mendekat seraya berkata: "Selamat pagi!" suatu ucapan jahiliyah, maka jawab Nabi saw.: "Sesungguhnya Allah telah memuliakan kami dengan suatu ucapan kehormatan yang lebih baik dari ucapanmu hai Umeir, yaitu salaam... penghormatan ahli surga!"Ujar Umeir pula: "Demi Allah, aku masih hijau tentang hal itu!"Tanya Rasulullah pula: "Apa maksudmu datang ke sini, hai Umeir?" Jawabnya: "Kedatanganku ke sini sehubungan dengan tawanan yang berada di tangan anda".Tukas Nabi pula: "Apa maksud pedangmu yang tersandang itu?"Jawab Umeir: "Pedang-pedang keparat! Menurut anda apakah ada faedah manfa'atnya pedang itu bagi kami?"Berkata pula Rasulullah: "Berkatalah terus terang hai Umeir, apa maksud kedatanganmu yang sebenarnya'"Ujar Umeir pula: 'Tak ada maksudku yang lain, hanyalah yang kusebutkan tadi"Kata Rasulullah saw. lagi: "Bukankah kamu telah duduk bersama Shawan bin Umaiyah di atas batu, lalu kamu berbincang-bincang tentang orang-orang Quraisy yang tewas di sumur Badar, kemudian katamu: "Kalau bukan karena utang dan keluargaku, niscaya aku akan pergi membunuh Muhammad. Lalu Shafwan menjamin akan membayar utangmu dan menanggung keluargamu, asal kamu membunuhku, padahal Allah telah menjadi penghalang bagi maksudmu itu '"Waktu itu berserulah Umeir: "Asyhadu alla ilaha illallah, wa asyhadu annaka Rasulullah .... Urusan ini tak ada yang menghadirinya selain aku dengan Shafwan saja. Demi Allah, tak ada yang memberi kabar kepadamu selain Allah! Maka puji syukur kepada Allah yang telah menunjuki aku kepada Islam!"Maka berkatalah Rasulullah kepada shahabat-shahabatnya:"Ajarilah saudaramu ini soal Agama,bacakan kepadanya al-Quran dan bebaskanlah tawanan itu serta serahkanlah kepadanya ! " ****** Begitulah Umeir bin Wahab masuk Islam ....Dan demikianlah masuk Islamnya Jagoan Quraisy! Ia telah diliputi oleh nur Rasul dan nur Islam seluruhnya, hingga tiba-tiba dalam sekejap saat ia telah berbalik menjadi pembela Islam yang gigih. Berkatalah Umar bin Khatthab r.a.: "Demi Allah yang diriku di tangan-Nya! Sesungguhnya aku lebih suka melihat babi daripada si Umeir sewaktu mula-mula· muncul di hadapan kita ... ! Tetapi sekarang aku lebih suka kepadanya daripada sebagian anakku sendiri ... !"" ****** Umeir duduk merenungkan dengan mendalam toleransi atau kelapangan dada dan sifat pema'af Agama ini serta kebesaran penghalang bagi maksudmu itu Rasul-Nya. Ia teringat akan masa-masa silamnya di Mekah, sewaktu ia merencanakan tipu muslihat busuk dan memerangi Islam, yakni sebelum hijrah Rasul dan shahabat-shahabatnya ke Madinah. Kemudian ia teringat pula usaha dan perjuangannya di perang Badar .... Dan kini, ia datang dengan menimang-nimang pedang di tangan hendak membunuh Rasul. Dan semua itu dengan sekejap mata habis dikikis dengan ucapannya: "La ilaha illallah, Muhammadur-Rasulullah ... ". Alangkah pema'af dan sucinya, serta teguhnya kepercayaan diri, ajaran yang dibawa oleh Agama besar ini ... !Beginikah kiranya Islam dalam sekejap saja sedia menghapuskan segala kesalahannya yang lain, sementara orang-orang Islam melupakan segala dosa dan kejahatannya serta permusuhannya yang lampau, dan membukakan dasar hati mereka untuknya, bahkan sedia merangkul dan memeluknya ke haribaan mereka?Beginikah jadinya, pedang yang tergenggam kuat untuk suatu niat yang jahat, dan kekejaman keji, yang kilatannya masih membayang di muka mereka, semuanya sudah dilupakan, dan sekarang tak ada yang diingat lagi, kecuali Islamnya Umeir, dan dalam waktu sekejap ia telah menjadi salah seorang dari Kaum Muslimin, shahabat Rasul, yang mempunyai hak seperti hak-hak mereka, dan memikul kewajiban dan tanggung jawab seperti mereka pula?Dan beginikah akhirnya, seorang yang hampir dibunuh oleh Umar bin Khatthab beberapa saat sebelumnya, sekarang jadi dicintainya melebihi cintanya kepada anak cucunya sendiri?Kalaulah salah satu saat dari keberanian yakni saat Umeir menyatakan keislamannya, telah membawa keberuntungan bagi Umeir berupa penghargaan, kemuliaan, ganjaran dan penghormatan dari Islam, maka tak ada penilaian lain, bahwa benar-benarlah Islam itu suatu Agama yang maha luhur….!Tidak berapa lama antaranya Umeir sudah mengenal tugas kewajibannya terhadap Islam .... Bahwa ia akan berbakti kepadanya, seimbang dengan usahanya memeranginya di masa lampau. Dan bahwa ia akan mengajak orang kepada Islam setaraf dengan ajakannya memusuhinya di masa silam. Dan bahwa ia akan memperlihatkan kepada Allah dan Rasul-Nya apa yang dicintai Allah dan Rasul-Nya itu berupa kejujuran, perjuangan dan ketaatan. Dan begitulah, ia datang menghadap Rasulullah pada suatu hari, sembari berkata: "Wahai Rasulullah! Dahulu aku berusaha memadamkan cahaya Allah, sangat jahat terhadap orang yang memeluk Agama Allah 'Azza wajalla, maka sekarang aku ingin agar anda idzinkan aku pergi ke Mekah!Aku akan menyeru mereka kepada Allah dan kepada Rasul-Nya, serta kepada Islam, semoga mereka diberi hidayah oleh Allah! Kalau tidak, aku akan menyakiti mereka karena agama mereka, sebagaimana dulu aku menyakiti shahabat-shahabatmu karena agama yang diikuti mereka ... !" ****** Pada hari-hari itu, semenjak Umeir meninggalkan kota Mekah menuju Madinah, maka Shafwan bin Umaiyah yang telah menghasut Umeir pergi membunuh Rasul, sering mundar-mandir di jalan-jalan kota Mekah dengan sombong, dan ia selalu menumpahkan kegembiraannya yang meluap di semua majlis dan tempat-tempat pertemuannya... !Dan setiap ia ditanyai kaum dan sanak saudaranya sebab-sebab kegembiraannya itu, padahal tulang-belulang ayah masih terjemur di panas terik matahari padang Badar, ia lalu menepukkan kedua telapak tangannya dengan bangga sambil berkata kepada orang-orang itu: "Bersenang hatilah kalian karena bakalada satu kejadian yang akan datang beritanya dalam beberapa hari lagi, yang akan menghapus malu kita di perang Badar... !Setiap pagi ia keluar ke tempat ketinggian di pinggiran kota Mekah, menanyai kafilah-kafilah dan para penunggang kalau-kalau ada peristiwa panting terjadi di Madinah. Tapi jawaban mereka tidak ada yang menyenangkan dan menggembirakannya, karena tak ada seorang pun yang mendengar atau melihat suatu kejadian penting di Madinah. Shafwan tidak berputus asa, bahkan ia tetap shabar menanyai rombongan demi romborigan,hingga akhimya ia menemukan sebagian mereka yang waktu ditanyainya: "Apa tak ada suatu kejadian di Madinah?", mendapat jawaban dari musafir itu: "Benar, telah terjadi suatu kejadian besar ... !"Air muka Shafwan berseri-seri, seluruh kegembiraannya meluap dan melimpah ruah. Ia kembali menanyai orang itu dengan bergegas karena dorongan ingin tahu: "Apa sebenamya yang terjadi, tolong ceriterakan kepadaku". Jawab orang itu:"Umeir bin Wahab telah memeluk Islam, ia di sana sedang memperdalam Agama dan mempelajari al-Qur'an ... !"Bumi rasa berputar bagi Shafwan .... Peristiwa yang diharap-harapkannya akan dapat menggembirakan kaumnya, dan selalu dinantikannya untuk melupakan kejadian perang Badar, tahu-tahu hari itu berita itu yang datang kepadanya, yang bagaikan petir menyambarnya. ****** Pada suatu hari sampailah sang musafir di kampung halamannya .... Umeir telah kembali ke Mekah, tak lupa membawa pedangnya dan slap untuk bertempur. Dan orang yang mula-mula menjumpainya ialah Shafwan bin 'Umaiyah .... Baru aja Shafwan melihatnya, bermaksudlah ia hendak menyerang Umeir.Akan tetapi melihat pedang yang siaga~ di tangan Umeir ia pun mengurungkan maksudnya, dan merasa puas dengan melontarkan caci maki padanya kemudian berlalu ....Sekarang Umeir bin Wahab masuk ke kota Mekah sebagai seorang Muslim, sedang sewaktu meninggalkannya ia adalah seorang musyrik. Dimasukinya kota itu dan dalam ingatannya tergambar sikap Umar bin Khatthab mula ia masuk Islam, yang setelah Islamnya itu menyerukan: "Demi Allah, tidak akan kubiarkan satu tempat pun yang pernah kududuki dengan kekafiran, melainkan akan kududuki lagi dengan keimanan... !Seolah-olah Umeir hendak menjadikan kata itu sebagai lambang dan pendiriaq ini menjadi contoh teladan. Ia telah bertekad bulat hendak menyerahkan hidupnya untuk berbakti kepada Islam, yang sekian lama diperanginya. Dan ia mempunyai kemampuan dan kesempatan untuk membalas setiap kejahatan yang hendak ditimpakan kepadanya! Demikianlah ia mengganti dan mengimbangi apa-apa yang telah luput padamasa silamnya, berpacu dengan waktu mengejar tujuannya. Ia berda'wah menyebarkan Agama Islam, baik siang maupun malam, secara terang-terangan dan terbuka ... Keimanan yang telah terhunjam di hatinya, telah melimpahkan.rasa aman, petunjuk dan cahaya. Dari lidah dan ucapannya keluar kalimat dan kata-kata yang haq, yang digunakannya untuk menyeru orang kepada keadilan,,kebaikan dan kebajikan. Sedang di tangan kanannya tergengam teguh pedangnya yang akan mengecutkan hati setiap penghalang jalan menuju kebaikan, yakni mereka yang selalu mengganggu orang-orang beriman dan hendak membawa mereka ke jalan yang bengkok.Dalam beberapa minggu saja, orang-orang yang mendapat petunjuk masuk Islam berkat usaha Umeir bin Wahab melebihi perkiraan yang melintas dalam angan-angan Umeir. Umeir pergi membawa mereka dalam satu barisan yang panjang dan terang-terangan ke Madinah. Padang pasir yang mereka lalui dalam perjalanan itu, seolah-olah tak dapat menyembunyikan ketakjuban dan keheranannya, terhadap pria yang belum lama berselang melintasi dengan pedang terhunus menggerakkan setiap langkahnya ke Madinah untuk membunuh Rasul....Kemudian laki-laki itu pula yang melintasinya sekali lagi dari Madinah, tetapi wajahnya berlainan dengan wajah semula ketika ia pergi; sekarang ia membaca al-Quran dari atas punggung untanya yang ikut gembira ....Dan kini, laki-laki itulah juga telah mengarungi padang pasir yang sama untuk ketiga kalinya, mengepalai suatu rombongan iring-iringan yang panjang dari orang-orang yang beriman yang suara tahlil dan takbir mereka bergema memenuhi angkasa .... ****** Sungguh benar, ia merupakan suatu berita besar ...,berita tentang seorang Jagoan Quraisy dengan hidayah Allah telah merubahnya menjadi seorang pembela berani mati di antara pembela-pembela Islam lainnya. Ia yang selalu slap sedia di samping Rasul pada setiap peperangan dan pertempuran, dan yang kesetiaan serta baktinya kepada Agama Allah tetap teguh tidak berubah setelah Rasul wafat!Di hari pembebasan kota Mekah, Umeir tak hendak melupakan shahabat dan karibnya Shafwan bin 'Umaiyah, ia pergi untuk menyampaikan kepadanya kebaikan Islam dan mengajaknya untuk memeluknya, setelah ternyata tak ada lagi kesangsian terhadap kebenaran Rasul dan risalah. Tapi Shafwan telah bersiap-siap dengan kendaraannya menuju Jeddah untuk berlayar ke Yaman ....Umeir sangat kecewa dan merasa kasihan melihat sikap Shafwan, maka dibulatkannya tekad hendak menyelamatkan shahabatnya itu dari jalan kesesatan. Ia pun segera pergi kepada Rasulullah saw., lalu berkata kepadanya: "Ya Nabi Allah, sesungguhnya Shafwan itu adalah penghulu kaumnya, ia hendak pergi melarikan diri dengan menerjuni laut karena takut daripada anda. Maka mohon anda beri ia keamanan dan perlindungan, semoga Allah melimpahkan karunia-Nya kepada anda!"Jawab Nabi: "Dia aman!"Kata Umeir pula: "Ya Rasul Allah, berilah aku suatu tanda sebagai bukti keamanan dari anda!" Maka Rasulullah saw memberikan sorbannya yang dipakainya sewaktu memasuki kota Mekah.Sekarang mari kita serahkan kepada'Urwah bin Zuber untuk menceriterakan kejadian itu selengkapnya:"Umeir pun pergilah dengan sorban itu mendapatkan Shafwan yang ketika itu sudah hendak berlayar. Serunya kepadanya: "Ayah dan ibuku menjadi jaminan bagimu! Ingatlah kepada Allah, janganlah engkau silap dan berputus asa! Inilak tanda keamanan dari Rasulullah saw. yang sengaja aku bawa untukmu!"Ujar Shafwan: "Nyahlah engkau tak perlu bercakap denganku!"Jawab Umeir pula: "Benar Shafwan, jaminanmu ayah dan ibuku, sesunggubnya Rasulullah saw itu adalah manusia yang paling utama, palingbanyak kebajikannya, paling penyantun dan paling baik. Kemuliaannya kemuliaanmu, martabatnya marta-batmu... !"Kata Shafwan: "Aku takut terhadap diriku ... !"Kata Umeir: "Beliau orang yang paling penyantun dan paling mulia, lebih dari apa yang engkau duga!"Maka akhirnya Shafwan bersedia ikut kembali. Mereka berdiri di muka Rasulullah saw., lalu kata Shafwan: 'Kawan ini mengatakan bahwa anda telah memberiku jaminan keamanan!"Jawab Rasul: "Betul!"Kata Shafwan lagi: "Berilah aku kesempatan memilih selama dua bulan!"Balas Rasul pula: "Engkau diberi kebebasan memilih selama empat bulan!" Kemudian Shafwan pun Islamlah. Dan tak terkirakan bahagianya Umeir dengan Islamnya Shafwan shahabatnya itu ....Umeir bin Wahab pun melanjutkan perjalanan hidupnya yang penuh berkah menuju Allah Ta'ala mengikuti jejak Rasul Besar yang diutus Allah kepada ummat manusia untuk melepaskan mereka dari kesesatan dan mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya yang terang benderang ....
Sumber : Buku Rijal Haular Rasul (Khalid Muh.Khalid)Oleh : Al-Sofwah

Kisah Thabit bin Qais

TSABIT BIN QEISJURU BICARA RASULULLAH
Hassan adalah penyair Rasulullah dan penyair Islam ... . Dan Tsabit adalah juru-bicara Rasulullah dan jurubicara Islam .. . .Kalimat dan kata-kata yang keluar dari mulutnya kuat, padat, keras, tegas dan mempesonakan ... Pada tahun datangnya utusan-utusan dari berbagai penjuru Semenanjung Arabia, datanglah ke Madinah perutusan Bani Tamim yang mengatakan kepada Rasulullah saw.: "Kami datang akan berbangga diri kepada anda, maka idzinkanlah kepada penyair dan juru bicara kami menyampaikannya Maka Rasulullah saw. tersenyum, lalu katanya; --"Telah kidzinkan bagi juru bicara kalian, silakanlah .. . !'Juru bicara mereka Utharid bin Hajib pun berdirilah dan mulai membanggakan kelebihan-kelebihan kaumnya... Dan sewaktu menyatakannya telah selesai, Nabi pun berkata kepadaTsabit bin Qeis: "Berdirilah dan jawablah !"Tsabit bangkit menjawahnya: "Alhamdulillah, segala puji bagi Allah " "Langit dan bumi adalah ciptaan-Nya, dan titah-Nya telah berlaku padanya.Ilmu-Nya meliputi kerajaan-Nya, tidak satu pun yang ada, kecuali dengan karunia-Nya ...Kemudian dengan qodrat-Nya juga, dijadikanNya kita golongan dan bangsa-bangsa.Dan Ia telah memilih dari makhluk-Nya yang terbaik seorang Rasul-Nya .... Berketurunan, berwibawa dan jujur kata tuturnya.... Dibekalinya al-Quran, dibebaninya amanat ....Membimbing ke jalan persatuan ummat .... Dialah pilihan Allah dari yang ada di alam semesta ..:.Kemudian ia menyeru manusia agar beriman kepadanya, maka berimanlah orang-ouang muhajirin dari kaum dan karib kerabatnya...yakni orang-orang yang termulia keturunannya, dan yang paling baik amal perbuatannya. Dan setelah itu, kami orang-orang Anshar, adalah yang pertama pula memperkenankan seruannya. Kami adalah pembela-pembela Agama Allah dan penyokong-penyokong Rasul-Nya....".Tsabit telah menyaksikan perang Uhud bersama Rasulullah saw. dan peperangan-peperangan penting sesudah itu. Corak pengurbanannya menakjubkan, sangat menakjubkan ... ! Dalam peperangan-peperangan menumpas orang-orang murtad, ia selalu berada di barisan terdepan, membawa bendera Anshar, dan menebaskan pedangnya yang tak pernah menumpul dan tak pernah berhenti....Di perang Yamamah yang telah beberapa kali kita bicarakan, Tsabit melihat terjadinya serangan mendadak yang dilancarkan oleh tentara Musailamatul Kaddzab terhadap Muslimin di awal pertempuran, maka berserulah ia dengan suaranya yang keras memberi peringatan: -- "Demi Allah, bukan begini caranya kami berperang bersama Rasuluilah saw. ... !" Kemudian ia pergi tak seberapa jauh, dan tiada lama kembali sesudah membalut badannya dengan balutan jenazah dan memakai kain kafan, lain berseru lagi: -- "Ya Allah, sesungguhnya aku berlepas diri kepada-Mu dari apa yang dibawa mereka ... -- yakni tentara Musailamah -... dan aku memohon ampun kepada-Mu dari apa yang diperbuat mereka ... -- yakni Kaum Muslimin yang kendor semangat dalam peperangan !"Maka segeralah bergabung kepadanya Salim bekas sahaya Rasulullah saw. sedang ia adalah pembawa bendera muhajirin.... Keduanya menggali lobang yang dalam untuk mereka berdua. Kemudian mereka masuk dengan berdiri di dalamnya, lain mereka timbunkan pasir ke badan mereka sampai menutupi setengah badan .... Demikianlah mereka berdiri tak ubah bagai dua tonggak yang kokoh, setengah badan mereka terbenam ke dalam pasir dan terpaku ke dasar lobang ....sementara setengah bagian atas dadanya, kening dan kedua lengan mereka siap menghadapi tentara penyembah berhala dan orang-orang pembohong .... Tak henti-hentinya mereka memukulkan pedang terhadap setiap tentara Musailamah yang mendekat, sampai akhirnya kedua mereka mati syahid di tempat itu, dan reduplah sudah sinar sang surya mereka ... !Peristiwa syahidnya kedua pahlawan r.a. ini bagaikan pekikan dahsyat yang menghimbau Kaum Muslimin agar segera kembali kepada kedudukan mereka hingga akhirnya mereka berhasil menghancurkan tentara Musailamah, mereka tersungkur menutupi tanah bekas mereka berpijak ....Dan Tsabit bin Qeis yang mencapai kedudukan puncak sebagai jubir dan sebagai pahlawan perang, juga memiliki jiwa yang selalu ingin kembali menghadap Allah Maha Pencipta, hatinya khusyu' dan tenang tenteram. Ia adalah pula salah seorang Muslimin yang paling takut dan pemalu kepada Allah ....Sewaktu turun ayat mulia:"Sesungguhnya Allah tidah suka pada setiap orang yang congkak dan sombong'" (Q·S. 31 Luqman:18)Tsabit menutup pintu rumahnya dan duduk menangis.... Lama dia terperanjak begitu saja, sehingga sampai beritanya kepada Rasulullah saw. yang segera memanggilnya dan menanyainya. Maka kata Tsabit: -- "Ya Rasulallah, aku senang kepada pakaian yang indah, dan kasut yang bagus, dan sungguh aku takut dengan ini akan menjadi orang yang congkak dan sombong ... !" Bicaranya itu dijawab oleh Nabi saw. sambil tertawa senang: -"Engkau tidaklah termasuk dalam golongan mereka itu, bahkan engkau hidup dengan kebaikan ....dan mati dengan kebaikan ....dan engkau akan masuk surga ... !"Dan sewaktu turun firman Allah Ta'ala: -"Wahai orang-orang yang beriman, janganlah halian anghat suara melebihi suara Nabi ... dan jangan halian berhata hepada Nabi dengan suara heras sebagaimana herasnya suara sebahagian halian terhadap sebahagian yang lainnya, harena dengan demihian amalan halian ahan gugur, sedang kalian tidah menyadarinya ... !" (Q.S. Al-Hujurat: 2)Tsabit menutup pintu rumahnya lagi, lalu menangis.... Rasul mencarinya dan menanyakan tentang dirinya, kemudian mengirimkan seseorang untuk memanggilnya.... Dan Tsabit pun datanglah ....Rasulullah menanyainya mengapa tidak kelihatan muncul, yang dijawabnya: -- "Sesungguhnya aku ini seorang manusia yang keras suara ... dan sesungguhnya aku pernah meninggikan suaraku dari suaramu wahai Rasulullah ... ! Karena itu tentulah amalanku menjadi gugur dan aku termasuk penduduk neraka ... !" Rasulullah pun menjwabnya: - "Engkau tidaklah termasuk salah seorang di antara mereka bahkan engkau hidup terpuji ... dan nanti akan berperang sampai syahid, hingga Allah bakal memasukkanmu ke dalam surga... !"Masih tinggal dalam kisah Tsabit ini satu peristiwa lagi, yang kadang-kadang tak dapat diterima dengan puas oleh hati orang-orang yang memusatkan pikiran,perasaan dan mimpi-mimpi mereka kepada alam kebendaan yang sempit semata, yakni alam yang selalu mereka raba, mereka lihat atau mereka cium...!Namun bagaimanapun, peristiwa itu benar-benar terjadi, dan tafsirnya nyata dan mudah bagi setiap orang yang di samping mempergunakan mata lahir, mau pula menggunakan mata bathinnya....Setelah Tsabit menemui syahidnya di medan pertempuran, melintaslah di dekatnya salah seorang Muslimin yang baru saja masuk Islam dan ia melihat pada tubuh Tsabit masih ada baju besinya yang berharga maka menurut dugaannya ia berhak mengambilnya untuk dirinya, lalu diambilnya ... Dan marilah kita serahkan kepada empunya riwayat itu menceritakannya sendiri: -"Selagi seorang laki-laki Muslimin sedang nyenyak tidur, ia didatangi Tsabit dalam tidurnya itu, yang berkata padanya:"Aku hendak mewasiatkan kepadamu satu wasiat; tapi jangan sampai kau katakan bahwa ini hanya mimpi lalu kamu sia-siakan!Sewaktu aku gugur sebagai syahid, lewat ke dekatku se- seorang Muslim lalu diambilnya baju besiku.... Rumahnya sangat jauh, orang tersebut memiliki kuda kepalanya mendongak ke atas seakan-akan tertarik tali kekangnya ....Baju besi itu disimpan ditutupi sebuah periuk besar, dan periuk itu ditutupi pelana unta (sakeduk) .... Pergilah kepada Khalid minta ia untuk mengirimkan orang mengambilnya! Kemudian apabila kamu sampai ke kota Madinah menghadap khalifah Abu Bakar, katakan kepadanya bahwa aku mempunyai utang sekian banyaknya, aku mohon agar ia bersedia membayarnya...l'Maka sewaktu laki-laki itu terbangun dari tidurnya, ia terus menghadap kepada Khalid bin Walid, lalu diceritakannyalah mimpi itu .... Khalid pun mengirimkan untuk mencari dan mengambil baju besi itu, lalu menemukannya sebagai digambarkan dengan sempurna oleh Tsabit ....Setelah Kaum Muslimin pulang kembali ke Madinah, orang tadi menceritakan mimpinya kepada khalifah, beliau pun melaksanakan wasiat Tsabit ....Satu-satunya wasiat dari seorang yang telah meninggal ialah wasiatnya Tsabit bin Qeis yang terlaksana dengan sempurna."Dan janganlah sekali-kali kalian mengira orang-orang yang gugur dijalan Allah itu mati, karena sebenarnya mereka masih hidup, dan diberi rizqi di sisi Tuhan mereka ….!" (QS. Al-Imran :169)
sumber : www.al-sofwa.or.id

Kisah Sheikh Mohammad bin Abdul Wahhab

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab
(1115 - 1206 H/1701 - 1793 M)
Nama Lengkapnya BELIAU adalah Syeikh al-Islam al-Imam Muhammad bin `Abdul Wahab bin Sulaiman bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Rasyid bin Barid bin Muhammad bin al-Masyarif at-Tamimi al-Hambali an-Najdi. Tempat dan Tarikh Lahirnya Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab dilahirkan pada tahun 1115 H (1701 M) di kampung `Uyainah (Najd), lebih kurang 70 km arah barat laut kota Riyadh, ibukota Arab Saudi sekarang. Beliau meninggal dunia pada 29 Syawal 1206 H (1793 M) dalam usia 92 tahun, setelah mengabdikan diri selama lebih 46 tahun dalam memangku jawatan sebagai menteri penerangan Kerajaan Arab Saudi . Pendidikan dan Pengalamannya Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab berkembang dan dibesarkan dalam kalangan keluarga terpelajar. Ayahnya adalah ketua jabatan agama setempat. Sedangkan kakeknya adalah seorang qadhi (mufti besar), tempat di mana masyarakat Najd menanyakan segala sesuatu masalah yang bersangkutan dengan agama. Oleh karena itu, kita tidaklah hairan apabila kelak beliau juga menjadi seorang ulama besar seperti datuknya. Sebagaimana lazimnya keluarga ulama, maka Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab sejak masih kanak-kanak telah dididik dan ditempa jiwanya dengan pendidikan agama, yang diajar sendiri oleh ayahnya, Syeikh `Abdul Wahhab. Sejak kecil lagi Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab sudah kelihatan tanda-tanda kecerdasannya. Beliau tidak suka membuang masa dengan sia-sia seperti kebiasaan tingkah laku kebanyakan kanak-kanak lain yang sebaya dengannya. Berkat bimbingan kedua ibu-bapaknya, ditambah dengan kecerdasan otak dan kerajinannya, Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab telah berjaya menghafal al-Quran 30 juz sebelum berusia sepuluh tahun. Setelah beliau belajar pada orantuanya tentang beberapa bidang pengajian dasar yang meliputi bahasa dan agama, beliau diserahkan oleh ibu-bapaknya kepada para ulama setempat sebelum dikirim oleh ibu-bapaknya ke luar daerah. Tentang ketajaman fikirannya, saudaranya Sulaiman bin `Abdul Wahab pernah menceritakan begini: "Bahwa ayah mereka, Syeikh `Abdul Wahab merasa sangat kagum atas kecerdasan Muhammad, padahal ia masih di bawah umur. Beliau berkata: `Sungguh aku telah banyak mengambil manfaat dari ilmu pengetahuan anakku Muhammad, terutama di bidang ilmu Fiqh. " Syeikh Muhammad mempunyai daya kecerdasan dan ingatan yang kuat, sehingga apa saja yang dipelajarinya dapat difahaminya dengan cepat sekali, kemudian apa yang telah dihafalnya tidak mudah pula hilang dalam ingatannya. Demikianlah keadaannya, sehingga kawan-kawan sepermainannya kagum dan heran kepadanya. Belajar di Makkah, Madinah dan Basrah Setelah mencapai usia dewasa, Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab diajak oleh ayahnya untuk bersama-sama pergi ke tanah suci Mekah untuk menunaikan rukun Islam yang kelima - mengerjakan haji di Baitullah. Dan manakala telah selesai menunaikan ibadah haji, ayahnya terus kembali ke kampung halamannya. Adapun Muhammad, ia tidak pulang, tetapi terus tinggal di Mekah selama beberapa waktu, kemudian berpindah pula ke Madinah untuk melanjutkan pengajiannya di sana. Di Madinah, beliau berguru pada dua orang ulama besar dan termasyhur di waktu itu. Kedua-dua ulama tersebut sangat berjasa dalam membentuk pemikirannya, yaitu Syeikh Abdullah bin Ibrahim bin Saif an-Najdi dan Syeikh Muhammad Hayah al-Sindi. Selama berada di Madinah, beliau sangat prihatin menyaksikan ramai umat Islam setempat maupun penziarah dari luar kota Madinah yang telah melakukan perbuatan-perbuatan tidak kesyirikan dan tidak sepatutnya dilakukan oleh orang yang mengaku dirinya Muslim. Beliau melihat ramai umat yang berziarah ke maqam Nabi mahupun ke maqam-maqam lainnya untuk memohon syafaat, bahkan meminta sesuatu hajat pada kuburan mahupun penghuninya, yang mana hal ini sama sekali tidak dibenarkan oleh agama Islam. Apa yang disaksikannya itu menurut Syeikh Muhammad adalah sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang sebenarnya. Kesemua inilah yang semakin mendorong Syeikh Muhammad untuk lebih mendalami pengkajiannya tentang ilmu ketauhidan yang murni, yakni Aqidah Salafiyah. Bersamaan dengan itu beliau berjanji pada dirinya sendiri, bahwa pada suatu ketika nanti, beliau akan mengadakan perbaikan (Islah) dan pembaharuan (Tajdid) dalam masalah yang berkaitan dengan ketauhidan, yaitu mengembalikan aqidah umat kepada sebersih-bersihnya tauhid yang jauh dari khurafat, tahyul dan bidah. Untuk itu, beliau mesti mendalami benar-benar tentang aqidah ini melalui kitab-kitab hasil karya ulama-ulama besar di abad-abad yang silam. Di antara karya-karya ulama terdahulu yang paling terkesan dalam jiwanya adalah karya-karya Syeikh al-Islam Ibnu Taimiyah. Beliau adalah mujaddid besar abad ke 7 Hijriyah yang sangat terkenal. Demikianlah meresapnya pengaruh dan gaya Ibnu Taimiyah dalam jiwanya, sehingga Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab bagaikan duplikat(salinan) Ibnu Taimiyah. Khususnya dalam aspek ketauhidan, seakan-akan semua yang diidam-idamkan oleh Ibnu Taimiyah semasa hidupnya yang penuh ranjau dan tekanan dari pihak berkuasa, semuanya telah ditebus dengan kejayaan Ibnu `Abdul Wahab yang hidup pada abad ke 12 Hijriyah itu. Setelah beberapa lama menetap di Mekah dan Madinah, kemudian beliau berpindah ke Basrah. Di sini beliau bermukim lebih lama, sehingga banyak ilmu-ilmu yang diperolehinya, terutaman di bidang hadith danmusthalahnya, fiqh dan usul fiqhnya, gramatika (ilmu qawaid) dan tidak ketinggalan pula lughatnya semua. Lengkaplah sudah ilmu yang diperlukan oleh seorang yang pintar yang kemudian dikembangkan sendiri melalui metode otodidak (belajar sendiri) sebagaimana lazimnya para ulama besar Islam mengembangkan ilmu-ilmunya. Di mana bimbingan guru hanyalah sebagai modal dasar yang selanjutnya untuk dapat dikembangkan dan digali sendiri oleh yang bersangkutan. Mulai Berdakwah Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab memulai dakwahnya di Basrah, tempat di mana beliau bermukim untuk menuntut ilmu ketika itu. Akan tetapi dakwahnya di sana kurang bersinar, karena menemui banyak rintangan dan halangan dari kalangan para ulama setempat. Di antara pendukung dakwahnya di kota Basrah ialah seorang ulama yang bernama Syeikh Muhammad al-Majmui. Tetapi Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab bersama pendukungnya mendapat tekanan dan ancaman dari sebagian ulama yang sesat, yaitu ulama jahat yang memusuhi dakwahnya di sana; keduanya diancam akan dibunuh. Akhirnya beliau meninggalkan Basrah dan mengembara ke beberapa negeri Islam untuk menyebarkan ilmu dan pengalamannya. Di samping mempelajari keadaan negeri-negeri Islam tetangga, demi kepentingan dakwahnya di masa akan datang, dan setelah menjelajahi beberapa negeri Islam, beliau lalu kembali ke al-Ihsa menemui gurunya Syeikh Abdullah bin `Abd Latif al-Ihsai untuk mendalami beberapa bidang pengajian tertentu yang selama ini belum sempat didalaminya. Di sana beliau bermukim untuk beberapa waktu, dan kemudian beliau kembali ke kampung asalnya 'Uyainah, tetapi tidak lama kemudian beliau menyusul orang tuanya yang merupakan bekas ketua jabatan urusan agama 'Uyainah ke Haryamla, yaitu suatu tempat di daerah Uyainah juga. Adalah dikatakan bahwa di antara orang tua Syeikh Muhammad dan pihak berkuasa Uyainah berlaku perselisihan pendapat, yang oleh karena itulah orang tua Syeikh Muhammad terpaksa berhijrah ke Haryamla pada tahun 1139 H. Setelah perpindahan ayahnya ke Haryamla kira-kira setahun, barulah Syeikh Muhammad menyusulnya pada tahun 1140 H. Kemudian, beliau bersama ayahnya itu mengembangkan ilmu dan mengajar serta berdakwah selama lebih kurang 13 tahun lamanya, sehingga ayahnya meninggal dunia di sana pada tahun 1153. Setelah tiga belas tahun menegakkan amar ma'ruf dan nahi mungkar di Haryamla, beliau mengajak pihak Penguasa setempat untuk bertindak tegas terhadap gerombolan penjahat yang selalu melakukan kerusuhan, merampas, merampok serta melakukan pembunuhan. Maka gerombolan tersebut tidak senang kepada Syeikh Muhammad, lalu mereka mengancam hendak membunuhnya. Syeikh Muhammad terpaksa meninggalkan Haryamla, berhijrah ke Uyainah tempat ayahnya dan beliau sendiri dilahirkan. KEADAAN NEGERI NAJD, HIJAZ DAN SEKITARNYA KEADAAN negeri Najd, Hijaz dan sekitarnya semasa awal pergerakan tauhid amatlah buruknya. Krisis Aqidah dan akhlak serta merosotnya tata nilai sosial, ekonomi dan politik sudah mencapai titik kulminasi. Semua itu adalah akibat penjajahan bangsa Turki yang berpanjangan terhadap bangsa dan Jazirah Arab, di mana tanah Najd dan Hijaz adalah termasuk jajahannya, di bawah penguasaan Sultan Muhammad Ali Pasya yang dilantik oleh Khalifah di Turki (Istanbul) sebagai Gubenur Jenderal untuk daerah koloni di kawasan Timur Tengah, yang berkedudukan di Mesir. Pemerintahan Turki Raya pada waktu itu mempunyai daerah kekuasaan yang cukup luas. Pemerintahannya berpusat di Istanbul (Turki), yang begitu jauh dari daerah jajahannya. Kekuasaan dan pengendalian khalifah mahupun sultan-sultannya untuk daerah yang jauh dari pusat, sudah mulai lemah dan kendur disebabkan oleh kekacauan di dalam negeri dan kelemahan di pihak khalifah dan para sultannya. Disamping itu, adanya cita-cita dari amir-amir di negeri Arab untuk melepaskan diri dari kekuasaan pemerintah pusat yang berkedudukan di Turki. Ditambah lagi dengan hasutan dari bangsa Barat, terutama penjajah tua yaitu Inggris dan Perancis yang menghasut bangsa Arab dan umat Islam supaya berjuang merebut kemerdekaan dari bangsa Turki, hal mana sebenarnya hanyalah tipudaya untuk memudahkan kaum penjajah tersebut menanamkan pengaruhnya di kawasan itu, kemudian mencengkeramkan kuku penjajahannya di dalam segala lapangan, seperti politik, ekonomi, kebudayaan dan aqidah. Kemerosotan dari sektor agama, terutama yang menyangkut aqidah sudah begitu memuncak. Kebudayaan jahiliyah dahulu seperti taqarrub (mendekatkan diri) pada kuburan (maqam) keramat, memohon syafaat dan meminta berkat serta meminta diampuni dosa dan disampaikan hajat, sudah menjadi ibadah mereka yang paling utama sekali, sedangkan ibadah-ibadah menurut syariat yang sebenarnya pula dijadikan perkara kedua. Di mana ada maqam wali, orang-orang soleh, penuh dibanjiri oleh penziarah-penziarah untuk meminta sesuatu hajat keperluannya. Seperti misalnya pada maqam Syeikh Abdul Qadir Jailani, dan maqam-maqam wali lainnya. Hal ini terjadi bukan hanya di tanah Arab saja, tetapi juga di mana-mana, di seluruh pelosok dunia sehingga suasana di negeri Islam waktu itu seolah-olah sudah berbalik menjadi jahiliyah seperti pada waktu pra Islam menjelang kebangkitan Nabi Muhammad SAW. Masyarakat Muslim lebih banyak berziarah ke kuburan atau maqam-maqam keramat dengan segala macam munajat dan tawasul, serta pelbagai doa dialamatkan kepada maqam dan mayat didalamnya, dibandingkan dengan mereka yang datang ke masjid untuk solat dan munajat kepada Allah SWT. Demikianlah kebodohan umat Islam hampir merata di seluruh negeri, sehingga di mana-mana maqam yang dianggap keramat, maqam itu dibina bagaikan bangunan masjid, malah lebih mewah daripada masjid, karena dengan mudah saja dana mengalir dari mana-mana, terutama biaya yang diperolehi dari setiap pengunjung yang berziarah ke sana, atau memang adanya tajaan dari orang yang membiayainya di belakang tabir, dengan maksud-maksud tertentu. Seperti dari imperalis Inggris yang berdiri di belakang tabir maqam Syeikh Abdul Qadir Jailani di India misalnya. Di tengah-tengah keadaan yang sedemikian rupa, maka Allah melahirkan seorang Mujadid besar (Pembaharu Besar) Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab (al-Wahabi) dari `Uyainah (Najd) sebagai mujaddid Islam terbesar abad ke 12 Hijriyah, setelah Ibnu Taimiyah, mujaddid abad ke 7 Hijriyah yang sangat terkenal itu. Bidang pentajdidan kedua mujaddid besar ini adalah sama, yaitu mengadakan pentajdidan dalam aspek aqidah, walau masanya berbeda, yaitu kedua-duanya tampil untuk memperbaharui agama Islam yang sudah mulai tercemar dengan bidah, khurafat dan tahyul yang sedang melanda Islam dan kaum Muslimin. Menghadapi hal ini Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab telah menyusun barisan Ahli Tauhid (Muwahhidin) yang berpegang kepada pemurnian tauhid. Bagi para lawannya, pergerakan ini mereka sebut Wahabiyin yaitu gerakan Wahabiyah. Dalam pergerakan tersebut tidak sedikit rintangan dan halangan yang dilalui. Kadangkala Syeikh terpaksa melakukan tindakan kekerasan apabila tidak boleh dengan cara yang lembut. Tujuannya tidak lain melainkan untuk mengembalikan Islam kepada kedudukannya yang sebenarnya, yaitu dengan memurnikan kembali aqidah umat Islam seperti yang diajarkan oleh Kitab Allah dan Sunnah RasulNya. Setelah perjuangan yang tidak mengenal lelah itu, akhirnya niat yang ikhlas itu diterima oleh Allah, sesuai dengan firmanNya: " Wahai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong Allah nescaya Allah akan menolongmu dan menetapkan pendirianmu. " (Muhammad: 7)
Awal Pergerakan Tauhid Muhammad bin `Abdul Wahab memulakan pergerakan di kampungnya sendiri yaitu Uyainah. Di waktu itu Uyainah diperintah oleh seorang amir (penguasa) bernama Amir Uthman bin Mu'ammar. Amir Uthman menyambut baik idea dan gagasan Syeikh Muhammad itu dengan sangat gembira, dan beliau berjanji akan menolong perjuangan tersebut sehingga mencapai kejayaan. Selama Syeikh melancarkan dakwahnya di Uyainah, masyarakat negeri itu semua lelaki dan wanita merasakan kembali kedamaian luar biasa, yang selama ini belum pernah mereka rasakan. Dakwah Syeikh bergema di negeri mereka. Ukhuwah Islamiyah dan persaudaraan Islam telah tumbuh kembali berkat dakwahnya di seluruh pelusuk Uyainah dan sekitarnya. Orang-orang dari jauh pun mula mengalir berhijrah ke Uyainah, karena mereka menginginkan keamanan dan ketenteraman jiwa di negeri ini. Syahdan; pada suatu hari, Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab meminta izin pada Amir Uthman untuk menghancurkan sebuah bangunan yang dibina di atas maqam Zaid bin al-Khattab. Zaid bin al-Khattab adalah saudara kandung Umar bin al-Khattab, Khalifah Rasulullah yang kedua. Syeikh Muhammad mengemukakan alasannya kepada Amir, bahwa menurut hadith Rasulullah SAW, membina sesebuah bangunan di atas kubur adalah dilarang, karena yang demikian itu akan menjurus kepada kemusyrikan. Amir menjawab: "Silakan... tidak ada seorang pun yang boleh menghalang rancangan yang mulia ini." Tetapi Syeikh mengajukan pendapat bahwa beliau khuatir masalah itu kelak akan dihalang-halangi oleh ahli jahiliyah(kaum Badwi) yang tinggal berdekatan maqam tersebut. Lalu Amir menyediakan 600 orang tentara untuk tujuan tersebut bersama-sama Syeikh Muhammad merobohkan maqam yang dikeramatkan itu. Sebenarnya apa yang mereka sebut sebagai maqam Zaid bin al-Khattab r.a yang gugur sebagai syuhada Yamamah ketika menumpaskan gerakan Nabi Palsu (Musailamah al-Kazzab) di negeri Yamamah suatu waktu dulu, hanyalah berdasarkan prasangka belaka. Karena di sana terdapat puluhan syuhada' (pahlawan) Yamamah yang dikebumikan tanpa jelas lagi pengenalan mereka. Bisa saja yang mereka anggap maqam Zaid bin al-Khattab itu adalah maqam orang lain. Tetapi oleh karena masyarakat setempat di situ telah terlanjur beranggapan bahwa itulah maqam beliau, mereka pun mengkeramatkannya dan membina sebuah masjid di tempat itu, yang kemudian dihancurkan pula oleh Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab atas bantuan Amir Uyainah, Uthman bin Muammar. Syeikh Muhammad tidak berhenti sampai disitu, akan tetapi semua maqam-maqam yang dipandang berbahaya bagi aqidah ketauhidan, yang dibina seperti masjid yang pada ketika itu berselerak di seluruh wilayah Uyainah turut diratakan semuanya. Hal ini adalah untuk mencegah agar jangan sampai dijadikan objek peribadatan oleh masyarakat Islam setempat yang sudah mulai nyata kejahiliahan dalam diri mereka. Dan berkat rahmat Allah, maka pusat-pusat kemusyrikan di negeri Uyainah dewasa itu telah terkikis habis sama sekali. Setelah selesai dari masalah tauhid, maka Syeikh mulai menerangkan dan mengajarkan hukum-hukum syariat yang sudah berabad-abad hanya termaktub saja dalam buku-buku fiqh, tetapi tidak pernah diterapkan sebagai hukum yang diamalkan. Maka yang dilaksanakannya mula-mula sekali ialah hukum rajam bagi penzina. Pada suatu hari datanglah seorang wanita yang mengaku dirinya berzina ke hadapan Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab, dia meminta agar dirinya dijatui hukuman yang sesuai dengan hukum Allah dan RasulNya. Meskipun Syeikh mengharapkan agar wanita itu menarik balik pengakuannya itu, supaya ia tidak terkena hukum rajam, namun wanita tersebut tetap bertahan dengan pengakuannya tadi, ia ingin menjalani hukum rajam. Maka, terpaksalah Syeikh menjatuhkan kepadanya hukuman rajam atas dasar pengakuan wanita tersebut. Berita tentang kejayaan Syeikh dalam memurnikan masyarakat Uyainah dan penerapan hukum rajam kepada orang yang berzina, sudah tersebar luas di kalangan masyarakat Uyainah mahupun di luar Uyainah. Masyarakat Uyainah dan sekelilingnya menilai gerakan Syeikh Ibnu `Abdul Wahab ini sebagai suatu perkara yang mendatangkan kebaikan. Namun, beberapa kalangan tertentu menilai pergerakan Syeikh Muhammad itu sebagai suatu perkara yang negatif dan membahayakan kedudukan mereka. Memang, hal ini sama keadaannya dimanapun di saat tersebut, bahkan pergerakan pembaharuan tersebut dipandang rawan bagi penentangnya. Hal tersebut seperti halnya untuk mengislamkan masyarakat Islam yang sudah kembali ke jahiliyah ini, yaitu, dengan cara mengembalikan mereka kepada Aqidah Salafiyah seperti di zaman Nabi, para Sahabat dan para Tabiin dahulu. Di antara yang menentangnya dakwah tersebut adalah Amir (pihak berkuasa) wilayah al-Ihsa' (suku Badwi) dengan para pengikut-pengikutnya dari Bani Khalid Sulaiman bin Ariar al-Khalidi. Mereka adalah suku Badui yang terkenal berhati keras, suka merampas, merampok dan membunuh. Pihak berkuasa al-Ihsa' khuatir kalau pergerakan Syeikh Muhammad tidak dipatahkan secepat mungkin, sudah pasti wilayah kekuasaannya nanti akan direbut oleh pergerakan tersebut. Padahal Amir ini sangat takut dijatuhkan hukum Islam seperti yang telah diperlakukan di negeri Uyainah. Dan tentunya yang lebih ditakutinya lagi ialah kehilangan kedudukannya sebagai Amir (ketua) suku Badui. Maka Amir Badui ini menulis sepucuk surat kepada Amir Uyainah yang isinya mengancam pihak berkuasa Uyainah. Adapun isi ancaman tersebut ialah: "Apabila Amir Uthman tetap membiarkan dan mengizinkan Syeikh Muhammad terus berdakwah dan bertempat tinggal di wilayahnya, serta tidak mau membunuh Syeikh Muhammad, maka semua pajak dan upeti wilayah Badui yang selama ini dibayar kepada Amir Uthman akan diputuskan (ketika itu wilayah Badwi tunduk dibawah kekuasaan pemerintahan Uyainah)." Jadi, Amir Uthman dipaksa untuk memilih dua pilihan, membunuh Syeikh atau suku Badui itu menghentikan pembayaran upeti. Ancaman ini amat mempengaruhi pikiran Amir Uthman, karena upeti dari wilayah Badui sangat besar artinya baginya. Adapun upeti tersebut adalah terdiri dari emas murni. Didesak oleh tuntutan tersebut, terpaksalah Amir Uyainah memanggil Syeikh Muhammad untuk diajak berunding bagaimanakah mencari jalan keluar dari ancaman tersebut. Soalnya, dari pihak Amir Uthman tidak pernah sedikit pun terfikir untuk mengusir Syeikh Muhammad dari Uyainah, apalagi untuk membunuhnya. Tetapi, sebaliknya dari pihaknya juga tidak terdaya menangkis serangan pihak suku Badui itu. Maka, Amir Uthman meminta kepada Syeikh Muhammad supaya dalam hal ini demi keselamatan bersama dan untuk menghindari dari terjadinya pertumpahan darah, sebaiknya Syeikh bersedia mengalah untuk meninggalkan negeri Uyainah. Syeikh Muhammad menjawab seperti berikut: "Wahai Amir! Sebenarnya apa yang aku sampaikan dari dakwahku, tidak lain adalah DINULLAH (agama Allah), dalam rangka melaksanakan kandungan LA ILAHA ILLALLAH - Tiada Tuhan melainkan Allah, Muhammad Rasulullah. Maka barangsiapa berpegang teguh pada agama dan membantu pengembangannya dengan ikhlas dan yakin, pasti Allah akan mengulurkan bantuan dan pertolonganNya kepada orang itu, dan Allah akan membantunya untuk dapat menguasai negeri-negeri musuhnya. Saya berharap kepada anda Amir supaya bersabar dan tetap berpegang terhadap pegangan kita bersama terlebih dahulu, untuk sama-sama berjuang demi tegaknya kembali Dinullah di negeri ini. Mohon sekali lagi Amir menerima ajakan ini. Mudah-mudahan Allah akan memberi pertolongan kepada anda dan menjaga anda dari ancaman Badui itu, begitu juga dengan musuh-musuh anda yang lainnya. Dan Allah akan memberi kekuatan kepada anda untuk melawan mereka agar anda dapat mengambil alih daerah Badui untuk sepenuhnya menjadi daerah Uyainah di bawah kekuasaan anda." Setelah bertukar fikiran di antara Syeikh dan Amir Uthman, tampaknya pihak Amir tetap pada pendiriannya, yaitu mengharapkan agar Syeikh meninggalkan Uyainah secepat mungkin. Dalam bukunya yang berjudul Al-Imam Muhammad bin `Abdul Wahab, Wada' Watahu Wasiratuhu, Syeikh Muhammad bin `Abdul `Aziz bin `Abdullah bin Baz, beliau berkata: "Demi menghindari pertumpahan darah, dan karena tidak ada lagi pilihan lain, di samping beberapa pertimbangan lainnya maka terpaksalah Syeikh meninggalkan negeri Uyainah menuju negeri Dariyah dengan menempuh perjalanan secara berjalan kaki seorang diri tanpa ditemani oleh seorangpun. Beliau meninggalkan negeri Uyainah pada waktu dinihari, dan sampai ke negeri Dar'iyah pada waktu malam hari." (Ibnu Baz, Syeikh `Abdul `Aziz bin `Abdullah, m.s 22) Tetapi ada juga tulisan lainnya yang mengatakan bahwa: Pada mulanya Syeikh Muhammad mendapat dukungan penuh dari pemerintah negeri Uyainah Amir Uthman bin Muammar, namun setelah api pergerakan dinyalakan, pemerintah setempat mengundurkan diri dari percaturan pergerakan karena alasan politik (besar kemungkinan takut dipecat dari kedudukannya sebagai Amir Uyainah oleh pihak atasannya). Dengan demikian, tinggallah Syeikh Muhammad dengan beberapa orang sahabatnya yang setia untuk meneruskan dakwahnya. Dan beberapa hari kemudian, Syeikh Muhammad diusir keluar dari negeri itu oleh pemerintahnya. Bersamaan dengan itu, pihak berkuasa telah merencanakan pembunuhan ke atas diri Syeikh di dalam perjalanannya, namun Allah mempunyai rencana sendiri untuk menyelamatkan Syeikh dari usaha pembunuhan, wamakaru wamakarallalu wallahu khairul makirin. Mereka mempunyai rencana dan Allah mempunyai rencanaNya juga, dan Allah sebaik-baik pembuat rencana. Sehingga Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab selamat di perjalanannya sampai ke negeri tujuannya, yaitu negeri Dar'iyah. Syeikh Muhammad di Dar'iyah Sesampainya Syeikh Muhammad di sebuah kampung wilayah Dar'iyah, yang tidak berapa jauh dari tempat kediaman Amir Muhammad bin Saud (pemerintah negeri Dar'iyah), Syeikh menemui seorang penduduk di kampung itu, orang tersebut bernama Muhammad bin Sulaim al-`Arini. Bin Sulaim ini adalah seorang yang dikenal soleh oleh masyarakat setempat. Syeikh meminta izin untuk tinggal bermalam di rumahnya sebelum ia meneruskan perjalanannya ke tempat lain. Pada mulanya ia ragu-ragu menerima Syeikh di rumahnya, karena suasana Dar'iyah dan sekelilingnya pada waktu itu tidak tenteram, menyebabkan setiap tamu yang datang hendaklah melaporkan diri kepada pihak berkuasa setempat. Namun, setelah Syeikh memperkenalkan dirinya serta menjelaskan maksud dan tujuannya datang ke negeri Dar'iyah, yaitu hendak menyebarkan dakwah Islamiyah dan membenteras kemusyrikan, barulah Muhammad bin Sulaim ingin menerimanya sebagai tamu di rumahnya. Sesuai dengan peraturan yang wujud di Dar'iyah di kala itu, yang mana setiap tetamu hendaklah melaporkan diri kepada pihak berkuasa setempat, maka Muhammad bin Sulaim menemui Amir Muhammad untuk melaporkan tamunya yang baru tiba dari Uyainah dengan menjelaskan maksud dan tujuannya kepada beliau. Kononnya, ada riwayat yang mengatakan; bahwa seorang soleh datang menemui isteri Amir Ibnu Saud, ia berpesan untuk menyampaikan kepada suaminya, bahwa ada seorang ulama dari Uyainah yang bernama Muhammad bin `Abdul Wahab hendak menetap di negerinya. Beliau hendak menyampaikan dakwah Islamiyah dan mengajak masyarakat kepada sebersih-bersih tauhid. Ia meminta agar isteri Amir Ibnu Saud membujuk suaminya supaya menerima ulama tersebut agar dapat menjadi warga negeri Dar'iyah serta mau membantu perjuangannya dalam menegakkan agama Allah. Isteri Ibnu Saud ini sebenarnya adalah seorang wanita yang soleh. Maka, tatkala Ibnu Saud mendapat giliran ke rumah isterinya ini, si isteri menyampaikan semua pesan-pesan itu kepada suaminya. Selanjutnya ia berkata kepada suaminya: "Bergembiralah kakanda dengan keuntungan besar ini, keuntungan di mana Allah telah mengirimkan ke negeri kita seorang ulama, juru dakwah yang mengajak masyarakat kita kepada agama Allah, berpegang teguh kepada Kitabullah dan Sunnah RasulNya. Inilah suatu keuntungan yang sangat besar. Kanda jangan ragu-ragu untuk menerima dan membantu perjuangan ulama ini, mari sekarang juga kekanda menjemputnya kemari." Akhirnya, baginda Ibnu Saud dapat diyakinkan oleh isterinya yang soleh itu. Namun, baginda bimbang sejenak. Ia berfikir apakah Syeikh itu dipanggil datang menghadapnya, ataukah dia sendiri yang harus datang menjemput Syeikh, untuk dibawa ke tempat kediamannya? Baginda pun meminta pandangan dari beberapa penasihatnya, terutama isterinya sendiri, tentang bagaimanakah cara yang lebih baik harus dilakukannya. Isterinya dan para penasihatnya yang lain sepakat bahwa sebaik-baiknya dalam hal ini, baginda sendiri yang harus datang menemui Syeikh Muhammad di rumah Muhammad bin Sulaim. Karena ulama itu didatangi dan bukan ia yang datang, al-`alim Yuraru wala Yazuru. Maka baginda dengan segala kerendahan hatinya menyetujui nasihat dan isyarat dari isteri maupun para penasihatnya. Maka pergilah baginda bersama beberapa orang pentingnya ke rumah Muhammad bin Sulaim, di mana Syeikh Muhammad bermalam. Sesampainya baginda di rumah Muhammad bin Sulaim; di sana Syeikh bersama anda punya rumah sudah bersedia menerima kedatangan Amir Ibnu Saud. Amir Ibnu Saud memberi salam dan keduanya saling merendahkan diri, saling menghormati. Amir Ibnu Saud berkata: "Ya Syeikh! Bergembiralah anda di negeri kami, kami menerima dan menyambut kedatangan anda di negeri ini dengan penuh gembira. Dan kami berikrar untuk menjamin keselamatan dan keamanan anda Syeikh di negeri ini dalam menyampaikan dakwahnya kepada masyarakat Dariyah. Demi kejayaan dakwah Islamiyah yang anda Syeikh rencanakan, kami dan seluruh keluarga besar Ibnu Saud akan mempertaruhkan nyawa dan harta untuk bersama-sama anda Syeikh berjuang demi meninggikan agama Allah dan menghidupkan sunnah RasulNya sehingga Allah memenangkan perjuangan ini, Insya Allah!" Kemudian anda Syeikh menjawab: "Alhamdulillah, anda juga patut gembira, dan Insya Allah negeri ini akan diberkati Allah SWT. Kami ingin mengajak umat ini kepada agama Allah. Siapa yang menolong agama ini, Allah akan menolongnya. Dan siapa yang mendukung agama ini, nescaya Allah akan mendukungnya. Dan Insya Allah kita akan melihat kenyataan ini dalam waktu yang tidak begitu lama." Demikianlah seorang Amir (penguasa) tunggal negeri Dariyah, yang bukan hanya sekadar membela dakwahnya saja, tetapi juga sekaligus membela darahnya bagaikan saudara kandung sendiri, yang berarti di antara Amir dan Syeikh sudah bersumpah setia sehidup-semati, senasib, dalam menegakkan hukum Allah dan RasulNya di bumi persada tanah Dar'iyah. Ternyata apa yang diikrarkan oleh Amir Ibnu Saud itu benar-benar ditepatinya. Ia bersama Syeikh seiring sejalan, bahu-membahu dalam menegakkan kalimah Allah, dan berjuang di jalanNya. Sehingga cita-cita dan perjuangan mereka disampaikan Allah dengan penuh kemenangan yang gilang-gemilang. Sejak hijrahnya Tuan Syeikh ke negeri Dar'iyah, kemudian melancarkan dakwahnya di sana, maka berduyun-duyunlah masyarakat luar Dar'iyah yang datang dari penjuru Jazirah Arab. Di antara lain dari Uyainah, Urgah, Manfuhah, Riyadh dan negeri-negeri jiran yang lain, menuju Dariyah untuk menetap dan bertempat tinggal di negeri hijrah ini, sehingga negeri Dariyah penuh sesak dengan kaum muhajirin dari seluruh pelosok tanah Arab. Nama Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab dengan ajaran-ajarannya itu sudah begitu popular di kalangan masyarakat, baik di dalam negeri Dar'iyah mahupun di luar negerinya, sehingga ramai para penuntut ilmu datang berbondong-bondong, secara perseorangan maupun secara berombongan datang ke negeri Dar'iyah. Maka menetaplah Syeikh di negeri Hijrah ini dengan penuh kebesaran, kehormatan dan ketenteraman serta mendapat sokongan dan kecintaan dari semua pihak. Beliau pun mulai membuka madrasah dengan menggunakan kurikulum yang menjadi teras bagi rencana perjuangan beliau, yaitu bidang pengajian 'Aqaid al-Qur'an, tafsir, fiqh, usul fiqh, hadith, musthalah hadith, gramatika (nahwu/saraf)nya serta lain-lain lagi dari ilmu-ilmu yang bermanfaat. Dalam waktu yang singkat saja, Dar'iyah telah menjadi kiblat ilmu dan kota pelajar penuntut Islam. Para penuntut ilmu, tua dan muda, berduyun-duyun datang ke negeri ini. Di samping pendidikan formal (madrasah), diadakan juga dakwah, yang bersifat terbuka untuk semua lapisan masyarakat umum, begitu juga majlis-majlis ta'limnya. Gema dakwah beliau begitu membahana di seluruh pelosok Dar'iyah dan negeri-negeri jiran yang lain. Kemudian, Syeikh mula menegakkan jihad, menulis surat-surat dakwahnya kepada tokoh-tokoh tertentu untuk bergabung dengan barisan Muwahhidin yang dipimpin oleh beliau sendiri. Hal ini dalam rangka pergerakan pembaharuan tauhid demi membasmi syirik, bid'ah dan khurafat di negeri mereka masing-masing. Untuk langkah awal pergerakan itu, beliau memulai di negeri Najd. Beliau pun mula mengirimkan surat-suratnya kepada ulama-ulama dan penguasa-penguasa di sana. Berdakwah Melalui Surat-menyurat Syeikh menempuh pelbagai macam dan cara, dalam menyampaikan dakwahnya, sesuai dengan keadaan masyarakat yang dihadapinya. Di samping berdakwah melalui lisan, beliau juga tidak mengabaikan dakwah secara pena dan pada saatnya juga jika perlu beliau berdakwah dengan besi (pedang). Maka Syeikh mengirimkan suratnya kepada ulama-ulama Riyadh dan para umaranya, yang pada ketika itu adalah Dahkan bin Dawwas. Surat-surat itu dikirimkannya juga kepada para ulama Khariq dan penguasa-penguasa, begitu juga ulama-ulama negeri Selatan, seperti al-Qasim, Hail, al-Wasyim, Sudair dan lain-lainnya. Beliau terus mengirimkan surat-surat dakwahnya itu ke sleuruh penjuru Arab, baik yang dekat ataupun jauh. Semua surat-surat itu ditujukan kepada para umara dan ulama, dalam hal ini termasuklah ulama negeri al-Ihsa, daerah Badwi dan Haramain (Mekah - Madinah). Begitu juga kepada ulama-ulama Mesir, Syria, Iraq, Hindia, Yaman dan lain-lain lagi. Di dalam surat-surat itu, beliau menjelaskan tentang bahaya syirik yang mengancam negeri-negeri Islam di seluruh dunia, juga bahaya bidah, khurafat dan tahyul. Bukanlah bererti bahwa ketika itu tidak ada lagi perhatian para ulama Islam setempat kepada agama ini, sehingga seolah-olah bagaikan tidak ada lagi yang memperahtikan masalah agama. Akan tetapi yang sedang kita bicarakan sekarang adalah masalah negeri Najd dan sekitarnya. Tentang keadaan negeri Najd, di waktu itu sedang dilanda serba kemusyrikan, kekacauan, keruntuhan moral, bidah dan khurafat. Kesemuanya itu timbul bukanlah karena tidak adanya para ulama, malah ulama sangat ramai jumlahnya, tetapi kebanyakan mereka tidak mampu menghadapi keadaan yang sudah begitu parah. Misalnya, di negeri Yaman dan lainnya, di mana di sana tidak sedikit para ulamanya yang aktif melakukan amar maruf nahi mungkar, serta menjelaskan mana yang bidah dan yang sunnah. Namun Allah belum mentaqdirkan kejayaan dakwah itu dari tangan mereka seperti apa yang Allah taqdirkan kepada Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab. Berkat hubungan surat menyurat Syeikh terhadap para ulama dan umara dalam dan luar negeri, telah menambahkan kemasyhuran nama Syeikh sehingga beliau disegani di antara kawan dan lawannya, hingga jangkauan dakwahnya semakin jauh berkumandang di luar negeri, dan tidak kecil pengaruhnya di kalangan para ulama dan pemikir Islam di seluruh dunia, seperti di Hindia, Indonesia, Pakistan, Afthanistan, Afrika Utara, Maghribi, Mesir, Syria, Iraq dan lain-lain lagi. Memang cukup banyak para da'i dan ulama di negeri-negeri tersebut tetapi pada waktu itu kebanyakan di antara mereka yang kehilangan arah, meskipun mereka memiliki ilmu-ilmu yang cukup memadai. Begitu semarak dan bergemanya suara dakwah dari Najd ke negeri-negeri mereka, serentak mereka bangkit sahut-menyahut menerima ajakan Syeikh Ibnu `Abdul Wahab untuk menumpaskan kemusyrikan dan memperjuangkan pemurnian tauhid. Semangat mereka timbul kembali bagaikan pohon yang telah layu, lalu datang hujan lebat menyiramnya sehingga menjadi hijau dan segar kembali. Demikianlah banyaknya surat-menyurat di antara Syeikh dengan para ulama di dalam dan luar Jazirah Arab, sehingga menjadi dokumen yang amat berharga sekali. Akhir-akhir ini semua tulisan beliau, yang berupa risalah, maupun kitab-kitabnya, sedang dihimpun untuk dicetak dan sebagian sudah dicetak dan disebarkan ke seluruh pelosok dunia Islam, baik melalui Rabithah al-`Alam Islami, maupun terus dari pihak kerajaan Saudi sendiri ( di masa mendatang). Begitu juga dengan tulisan-tulisan dari putera-putera dan cucu-cucu beliau serta tulisan-tulisan para murid-muridnya dan pendukung-pendukungnya yang telah mewarisi ilmu-ilmu beliau. Di masa kini, tulisan-tulisan beliau sudah tersebar luas ke seluruh pelosok dunia Islam. Dengan demikian, jadilah Dar''iyah sebagai pusat penyebaran dakwah kaum Muwahhidin (gerakan pemurnian tauhid) oleh Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab yang didukung oleh penguasa Amir Ibnu Saud. Kemudian murid-murid keluaran Dar'iyah pula menyebarkan ajaran-ajaran tauhid murni ini ke seluruh pelusuk negeri dengan cara membuka sekolah-sekolah di daerah-daerah mereka. Namun, meskipun demikian, perjalanan dakwah ini tidak sedikit mengalami rintangan dan gangguan yang menghalangi. Tetapi setiap perjuangan itu tidak mungkin berjaya tanpa adanya pengorbanan. Sejarah pembaharuan yang digerakkan oleh Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab ini tercatat dalam sejarah dunia sebagai yang paling hebat dari jenisnya dan amat cemerlang. Di samping itu, hal ini merupakan suatu pergerakan perubahan besar yang banyak memakan korban manusia maupun harta benda. Karena pergerakan ini mendapat tentangan bukan hanya dari luar, akan tetapi lebih banyak datangnya dari kalangan sendiri, terutama dari tokoh-tokoh agama Islam sendiri yang takut akan kehilangan pangkat, kedudukan, pengaruh dan jamaahnya. Namun, oleh karena perlawanan sudah juga digencarkan muslimin sendiri, maka orang-orang di luar Islam pula, terutama kaum orientalis mendapat angin segar untuk turut campur-tangan membesarkan perselisihan diantara umat Islam sehingga terjadi saling membidahkan dan bahkan saling mengkafirkan. Masa-masa tersebut telah pun berlalu. Umat Islam kini sudah sedar tentang apa dan siapa kaum pengikut dakwah Rasulullah yang diteruskan Muhammad bin Abdul Wahhab (dijuluki Wahabi). Dan satu persatu kejahatan dan kebusukan kaum orientalis yang sengaja mengadu domba antara sesama umat Islam semenjak awal, begitu juga dari kaum penjajah Barat, semuanya kini sudah terungkap. Meskipun usaha musuh-musuh dakwahnya begitu hebat, sama ada dari kalangan dalam Islam sendiri, mahupun dari kalangan luarnya, yang dilancarkan melalui pena atau ucapan, yang ditujukan untuk membendung dakwah tauhid ini, namun usaha mereka sia-sia belaka, karena ternyata Allah SWT telah memenangkan perjuangan dakwah tauhid yang dipelopori oleh Syeikh Islam, Imam Muhammad bin `Abdul Wahab yang telah mendapat sambutan bukan hanya oleh penduduk negeri Najd saja, akan tetapi juga sudah menggema ke seluruh dunia Islam dari Maghribi sampai ke Merauke, malah kini sudah berkumandang pula ke seluruh jagat raya. Dalam hal ini, jasa-jasa Putera Muhammad bin Saud (pendiri kerajaan Arab Saudi) dengan semua anak cucunya tidaklah boleh dilupakan begitu saja, di mana dari masa ke masa mereka telah membantu perjuangan tauhid ini dengan harta dan jiwa.
SIAPAKAH Salafiyyah ITU? SEBAGAIMANA yang telah disebutkan, bahwa Salafiyyah itu adalah suatu pergerakan pembaharuan di bidang agama, khususnya di bidang ketauhidan. Tujuannya ialah untuk memurnikan kembali ketauhidan yang telah tercemar oleh pelbagai macam bidah dan khurafat yang membawa kepada kemusyrikan. Untuk mencapai tujuan tersebut, Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab telah menempuh pelbagai macam cara. Kadangkala lembut dan kadangkala kasar, sesuai dengan sifat orang yang dihadapinya. Beliau mendapat pertentangan dan perlawanan dari kelompok yang tidak menyenanginya karena sikapnya yang tegas dan tanpa kompromi, sehingga lawan-lawannya membuat tuduhan-tuduhan ataupun pelbagai fitnah terhadap dirinya dan pengikut-pengikutnya. Musuh-musuhnya pernah menuduh bahwa Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab telah melarang para pengikutnya membaca kitab fiqh, tafsir dan hadith. Malahan ada yang lebih keji, yaitu menuduh Syeikh Muhammad telah membakar beberapa kitab tersebut, serta menafsirkan al-Quran menurut kehendak hawa nafsu sendiri. Apa yang dituduh dan difitnah terhadap Syeikh Ibnu `Abdul Wahab itu, telah dijawab dengan tegas oleh seorang pengarang terkenal, yaitu al-Allamah Syeikh Muhammad Basyir as-Sahsawani, dalam bukunya yang berjudul Shiyanah al-Insan di halaman 473 seperti berikut: "Sebenarnya tuduhan tersebut telah dijawab sendiri oleh Syeikh Ibnu `Abdul Wahab sendiri dalam suatu risalah yang ditulisnya dan dialamatkan kepada `Abdullah bin Suhaim dalam pelbagai masalah yang diperselisihkan itu. Diantaranya beliau menulis bahwa semua itu adalah bohong dan kata-kata dusta belaka, seperti dia dituduh membatalkan kitab-kitab mazhab, dan dia mendakwakan dirinya sebagai mujtahid, bukan muqallid." Kemudian dalam sebuah risalah yang dikirimnya kepada `Abdurrahman bin `Abdullah, Muhammad bin `Abdul Wahab berkata: "Aqidah dan agama yang aku anut, ialah mazhab Ahli Sunnah wal Jamaah, sebagai tuntunan yang dipegang oleh para Imam Muslimin, seperti Imam-imam Mazhab empat dan pengikut-pengikutnya sampai hari kiamat. Aku hanyalah suka menjelaskan kepada orang-orang tentang pemurnian agama dan aku larang mereka berdoa (mohon syafaat) pada orang yang hidup atau orang mati daripada orang-orang soleh dan lainnya." `Abdullah bin Muhammad bin `Abdul Wahab, menulis dalam risalahnya sebagai ringkasan dari beberapa hasil karya ayahnya, Syeikh Ibnu `Abdul Wahab, seperti berikut: "Bahwa mazhab kami dalam Ushuluddin (Tauhid) adalah mazhab Ahlus Sunnah wal Jamaah, dan cara (sistem) pemahaman kami adalah mengikuti cara Ulama Salaf. Sedangkan dalam hal masalah furu' (fiqh) kami cenderung mengikuti mazhab Ahmad bin Hanbal rahimahullah. Kami tidak pernah mengingkari (melarang) seseorang bermazhab dengan salah satu daripada mazhab yang empat. Dan kami tidak mempersetujui seseorang bermazhab kepada mazhab yang luar dari mazhab empat, seprti mazhab Rafidhah, Zaidiyah, Imamiyah dan lain-lain lagi. Kami tidak membenarkan mereka mengikuti mazhab-mazhab yang batil. Malah kami memaksa mereka supaya bertaqlid (ikut) kepada salah satu dari mazhab empat tersebut. Kami tidak pernah sama sekali mengaku bahwa kami sudah sampai ke tingkat mujtahid mutlaq, juga tidak seorang pun di antara para pengikut kami yang berani mendakwakan dirinya dengan demikian. Hanya ada beberapa masalah yang kalau kami lihat di sana ada nash yang jelas, baik dari Quran mahupun Sunnah, dan setelah kami periksa dengan teliti tidak ada yang menasakhkannya, atau yang mentaskhsiskannya atau yang menentangnya, lebih kuat daripadanya, serta dipegangi pula oleh salah seorang Imam empat, maka kami mengambilnya dan kami meninggalkan mazhab yang kami anut, seperti dalam masalah warisan yang menyangkut dengan kakek dan saudara lelaki; Dalam hal ini kami berpendirian mendahulukan kakek, meskipun menyalahi mazhab kami (Hambali)." Demikianlah bunyi isi tulisan kitab Shiyanah al-Insan, hal. 474. Seterusnya beliau berkata: "Adapun yang mereka fitnah kepada kami, sudah tentu dengan maksud untuk menutup-nutupi dan menghalang-halangi yang hak, dan mereka membohongi orang banyak dengan berkata: `Bahwa kami suka mentafsirkan Qur'an dengan selera kami, tanpa mengindahkan kitab-kitab tafsirnya. Dan kami tidak percaya kepada ulama, menghina Nabi kita Muhammad SAW dan dengan perkataan `bahwa jasad Nabi SAW itu buruk di dalam kuburnya. Dan bahwa tongkat kami ini lebih bermanfaat daripada Nabi, dan Nabi itu tidak mempunyai syafaat. Dan ziarah kepada kubur Nabi itu tidak sunat, Nabi tidak mengerti makna "La ilaha illallah" sehingga perlu diturunkan kepadanya ayat yang berbunyi: "Fa'lam annahu La ilaha illallah," dan ayat ini diturunkan di Madinah. Dituduhnya kami lagi, bahwa kami tidak percaya kepada pendapat para ulama. Kami telah menghancurkan kitab-kitab karangan para ulama mazhab, karena didalamnya bercampur antara yang hak dan batil. Malah kami dianggap mujassimah (menjasmanikan Allah), serta kami mengkufurkan orang-orang yang hidup sesudah abad keenam, kecuali yang mengikuti kami. Selain itu kami juga dituduh tidak mahu menerima baiah seseorang sehingga kami menetapkan atasnya `bahwa dia itu bukan musyrik begitu juga ibu-bapaknya juga bukan musyrikDikatakan lagi bahwa kami telah melarang manusia membaca selawat ke atas Nabi SAW dan mengharamkan berziarah ke kubur-kubur. Kemudian dikatakannya pula, jika seseorang yang mengikuti ajaran agama sesuai dengan kami, maka orang itu akan diberikan kelonggaran dan kebebasan dari segala beban dan tanggungan atau hutang sekalipun. Kami dituduh tidak mahu mengakui kebenaran para ahlul Bait r.a. Dan kami memaksa menikahkan seseorang yang tidak kufu serta memaksa seseorang yang tua umurnya dan ia mempunyai isteri yang muda untuk diceraikannya, karena akan dinikahkan dengan pemuda lainnya untuk mengangkat derajat golongan kami. Maka semua tuduhan yang diada-adakan dalam hal ini sungguh kami tidak mengerti apa yang harus kami katakan sebagai jawapan, kecuali yang dapat kami katakan hanya "Subhanaka - Maha suci Engkau ya Allah" ini adalah kebohongan yang besar. Oleh karena itu, maka barangsiapa menuduh kami dengan hal-hal yang tersebut di atas tadi, mereka telah melakukan kebohongan yang amat besar terhadap kami. Barangsiapa mengaku dan menyaksikan bahwa apa yang dituduhkan tadi adalah perbuatan kami, maka ketahuilah: bahwa kesemuanya itu adalah suatu penghinaan terhadap kami, yang dicipta oleh musuh-musuh agama ataupun teman-teman syaithan dari menjauhkan manusia untuk mengikuti ajaran sebersih-bersih tauhid kepada Allah dan keikhlasan beribadah kepadaNya. Kami beri'tiqad bahwa seseorang yang mengerjakan dosa besar, seperti melakukan pembunuhan terhadap seseorang Muslim tanpa alasan yang wajar, begitu juga seperti berzina, riba dan minum arak, meskipun berulang-ulang, maka orang itu hukumnya tidaklah keluar dari Islam (murtad), dan tidak kekal dalam neraka, apabila ia tetap bertauhid kepada Allah dalam semua ibadahnya." (Shiyanah al-Insan, m.s 475) Khusus tentang Nabi Muhammad SAW, Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab berkata: "Dan apapun yang kami yakini terhadap martabat Muhammad SAW bahwa martabat beliau itu adalah setinggi-tinggi martabat makhluk secara mutlak. Dan Beliau itu hidup di dalam kuburnya dalam keadaan yang lebih daripada kehidupan para syuhada yang telah digariskan dalam Al-Qur'an. Karena Beliau itu lebih utama dari mereka, dengan tidak diragukan lagi. Bahwa Rasulullah SAW mendengar salam orang yang mengucapkan kepadanya. Dan adalah sunnah berziarah kepada kuburnya, kecuali jika semata-mata dari jauh hanya datang untuk berziarah ke maqamnya. Namun Sunat juga berziarah ke masjid Nabi dan melakukan solat di dalamnya, kemudian berziarah ke maqamnya. Dan barangsiapa yang menggunakan waktunya yang berharga untuk membaca selawat ke atas Nabi, selawat yang datang daripada beliau sendiri, maka ia akan mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat." Tantangan Dakwah Salafiyyah Sebagaimana lazimnya, seorang pemimpin besar dalam suatu gerakan perubahan , maka Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab pun tidak lepas dari sasaran permusuhan dari pihak-pihak tertentu, baik dari dalam maupun dari luar Islam, terutama setelah Syeikh menyebarkah dakwahnya dengan tegas melalui tulisan-tulisannya, berupa buku-buku mahupun surat-surat yang tidak terkira banyaknya. Surat-surat itu dikirim ke segenap penjuru negeri Arab dan juga negeri-negeri Ajam (bukan Arab). Surat-suratnya itu dibalas oleh pihak yang menerimanya, sehingga menjadi beratus-ratus banyaknya. Mungkin kalau dibukukan niscaya akan menjadi puluhan jilid tebalnya. Sebagian dari surat-surat ini sudah dihimpun, diedit serta diberi ta'liq dan sudah diterbitkan, sebagian lainnya sedang dalam proses penyusunan. Ini tidak termasuk buku-buku yang sangat berharga yang sempat ditulis sendiri oleh Syeikh di celah-celah kesibukannya yang luarbiasa itu. Adapun buku-buku yang sempat ditulisnya itu berupa buku-buku pegangan dan rujukan kurikulum yang dipakai di madrasah-madrasah ketika beliau memimpin gerakan tauhidnya. Tentangan maupun permusuhan yang menghalang dakwahnya, muncul dalam dua bentuk: 1. Permusuhan atau tentangan atas nama ilmiyah dan agama, 2. Atas nama politik yang berselubung agama. Bagi yang terakhir, mereka memperalatkan golongan ulama tertentu, demi mendukung kumpulan mereka untuk memusuhi dakwah Wahabiyah. Mereka menuduh dan memfitnah Syeikh sebagai orang yang sesat lagi menyesatkan, sebagai kaum Khawarij, sebagai orang yang ingkar terhadap ijma' ulama dan pelbagai macam tuduhan buruk lainnya. Namun Syeikh menghadapi semuanya itu dengan semangat tinggi, dengan tenang, sabar dan beliau tetap melancarkan dakwah bil lisan dan bil hal, tanpa mempedulikan celaan orang yang mencelanya.Pada hakikatnya ada tiga golongan musuh-musuh dakwah beliau: 1. Golongan ulama khurafat, yang mana mereka melihat yang haq (benar) itu batil dan yang batil itu haq. Mereka menganggap bahwa mendirikan bangunan di atas kuburan lalu dijadikan sebagai masjid untuk bersembahyang dan berdoa di sana dan mempersekutukan Allah dengan penghuni kubur, meminta bantuan dan meminta syafaat padanya, semua itu adalah agama dan ibadah. Dan jika ada orang-orang yang melarang mereka dari perbuatan jahiliyah yang telah menjadi adat tradisi nenek moyangnya, mereka menganggap bahwa orang itu membenci auliya dan orang-orang soleh, yang bererti musuh mereka yang harus segera diperangi. 2. Golongan ulama taashub, yang mana mereka tidak banyak tahu tentang hakikat Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab dan hakikat ajarannya. Mereka hanya taqlid belaka dan percaya saja terhadap berita-berita negatif mengenai Syeikh yang disampaikan oleh kumpulan pertama di atas sehingga mereka terjebak dalam perangkap Ashabiyah (kebanggaan dengan golongannya) yang sempit tanpa mendapat kesempatan untuk melepaskan diri dari belitan ketaashubannya. Lalu menganggap Syeikh dan para pengikutnya seperti yang diberitakan, yaitu; anti Auliya' dan memusuhi orang-orang shaleh serta mengingkari karamah mereka. Mereka mencaci-maki Syeikh habis-habisan dan beliau dituduh sebagai murtad. 3. Golongan yang takut kehilangan pangkat dan jawatan, pengaruh dan kedudukan. Maka golongan ini memusuhi beliau supaya dakwah Islamiyah yang dilancarkan oleh Syeikh yang berpandukan kepada aqidah Salafiyah murni gagal karena ditelan oleh suasana hingar-bingarnya penentang beliau. Demikianlah tiga jenis musuh yang lahir di tengah-tengah nyalanya api gerakan yang digerakkan oleh Syeikh dari Najd ini, yang mana akhirnya terjadilah perang perdebatan dan polemik yang berkepanjangan di antara Syeikh di satu pihak dan lawannya di pihak yang lain. Syeikh menulis surat-surat dakwahnya kepada mereka, dan mereka menjawabnya. Demikianlah seterusnya. Perang pena yang terus menerus berlangsung itu, bukan hanya terjadi di masa hayat Syeikh sendiri, akan tetapi berterusan sampai kepada anak cucunya. Di mana anak cucunya ini juga ditakdirkan Allah menjadi ulama. Merekalah yang meneruskan perjuangan al-maghfurlah Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab, yang dibantu oleh para muridnya dan pendukung-pendukung ajarannya. Demikianlah perjuangan Syeikh yang berawal dengan lisan, lalu dengan pena dan seterusnya dengan senjata, telah didukung sepenuhnya oleh Amir Muhammad bin Saud, penguasa Dar'iyah. Beliau pertama kali yang mengumandangkan jihadnya dengan pedang pada tahun 1158 H. Sebagaimana kita ketahui bahwa seorang da'i ilallah, apabila tidak didukung oleh kekuatan yang mantap, pasti dakwahnya akan surut, meskipun pada tahap pertama mengalami kemajuan. Namun pada akhirnya orang akan jemu dan secara beransur-ansur dakwah itu akan ditinggalkan oleh para pendukungnya. Oleh karena itu, maka kekuatan yang paling ampuh untuk mempertahankan dakwah dan pendukungnya, tidak lain harus didukung oleh senjata. Karena masyarakat yang dijadikan sebagai objek daripada dakwah kadangkala tidak mampan dengan lisan mahupun tulisan, akan tetapi mereka harus diiring dengan senjata, maka waktu itulah perlunya memainkan peranan senjata. Alangkah benarnya firman Allah SWT: " Sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul-rasul Kami, dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al-Kitab dan Mizan/neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan pelbagai manfaat bagi umat manusia, dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan RasulNya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat dan Maha Perkasa." (al-Hadid:25)Ayat di atas menerangkan bahwa Allah SWT mengutus para RasulNya dengan disertai bukti-bukti yang nyata untuk menumpaskan kebatilan dan menegakkan kebenaran. Di samping itu pula, mereka dibekalkan dengan Kitab yang di dalamnya terdapat pelbagai macam hukum dan undang-undang, keterangan dan penjelasan. Juga Allah menciptakan neraca (mizan) keadilan, baik dan buruk serta haq dan batil, demi tertegaknya kebenaran dan keadilan di tengah-tengah umat manusia. Namun semua itu tidak mungkin berjalan dengan lancar dan stabil tanpa ditunjang oleh kekuatan besi (senjata) yang menurut keterangan al-Qur'an al-Hadid fihi basun syadid yaitu, besi baja yang mempunyai kekuatan dahsyat. yaitu berupa senjata tajam, senjata api, peluru, senapan, meriam, kapal perang, nuklir dan lain-lain lagi, yang pembuatannya mesti menggunakan unsur besi. Sungguh besi itu amat besar manfaatnya bagi kepentingan umat manusia yang mana al-Quran menyatakan dengan Wama nafiu linasi yaitu dan banyak manfaatnya bagi umat manusia. Apatah lagi jika dipergunakan bagi kepentingan dakwah dan menegakkan keadilan dan kebenaran seperti yang telah dimanfaatkan oleh Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab semasa gerakan tauhidnya tiga abad yang lalu. Orang yang mempunyai akal yang sehat dan fikiran yang bersih akan mudah menerima ajaran-ajaran agama, sama ada yang dibawa oleh Nabi, mahupun oleh para ulama. Akan tetapi bagi orang zalim dan suka melakukan kejahatan, yang diperhambakan oleh hawa nafsunya, mereka tidak akan tunduk dan tidak akan mau menerimanya, melainkan jika mereka diiring dengan senjata. Demikianlah Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab dalam dakwah dan jihadnya telah memanfaatkan lisan, pena serta pedangnya seperti yang dilakukan oleh Rasulullah SAW sendiri, di waktu baginda mengajak kaum Quraisy kepada agama Islam pada waktu dahulu. Yang demikian itu telah dilakukan terus menerus oleh Syeikh Muhammad selama lebih kurang 48 tahun tanpa berhenti, yaitu dari tahun 1158 hinggalah akhir hayatnya pada tahun 1206 H. Adalah suatu kebahagiaan yang tidak terucapkan bagi beliau, yang mana beliau dapat menyaksikan sendiri akan kejayaan dakwahnya di tanah Najd dan daerah sekelilingnya, sehingga masyarakat Islam pada ketika itu telah kembali kepada ajaran agama yang sebenar-benarnya, sesuai dengan tuntunan Kitab Allah dan Sunnah RasulNya. Dengan demikian, maka maqam-maqam yang didirikan dengan kubah yang lebih mewah dari kubah masjid-masjid, sudah tidak kelihatan lagi di seluruh negeri Najd, dan orang ramai mula berduyun-duyun pergi memenuhi masjid untuk bersembahyang dan mempelajari ilmu agama. Amar maruf ditegakkan, keamanan dan ketenteraman masyarakat menjadi stabil dan merata di kota mahupun di desa. Syeikh kemudian mengirim guru-guru agama dan mursyid-mursyid ke seluruh pelusuk desa untuk mengajarkan ilmu-ilmu agama kepada masyarakat setempat terutama yang berhubungan dengan aqidah dan syari'ah. Setelah beliau meninggal dunia, perjuangan tersebut diteruskan pula oleh anak-anak dan cucu-cucunya, begitu juga oleh murid-murid dan pendukung-pendukung dakwahnya. Yang dipelopori oleh anak-anak Syeikh sendiri, seperti Syeikh Imam `Abdullah bin Muhammad, Syeikh Husin bin Muhammad, Syeikh Ibrahim bin Muhammad, Syeikh Ali bin Muhammad. Dan dari cucu-cucunya antara lain ialah Syeikh `Abdurrahman bin Hasan, Syeikh Ali bin Husin, Syeikh Sulaiman bin `Abdullah bin Muhammad dan lain-lain. Dari kalangan murid-murid beliau yang paling menonjol ialah Syeikh Hamad bin Nasir bin Muammar dan ramai lagi jamaah lainnya dari para ulama Dar'iyah. Masjid-masjid telah penuh dengan penuntut-penuntut ilmu yang belajar tentang pelbagai macam ilmu Islam, terutama tafsir, hadith, tarikh Islam, ilmu qawa'id dan lain-lain lagi. Meskipun kecenderungan dan minat mansyarakat demikian tinggi untuk menuntut ilmu agama, namun mereka pun tidak ketinggalan dalam hal ilmu-ilmu keduniaan seperti ilmu ekonomi, pertanian, perdagangan, pertukangan dan lain-lain lagi yang mana semuanya itu diajarkan di masjid dan dipraktikkan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Setelah kejayaan Syeikh Muhammad bersama keluarga Amir Ibnu Saud menguasai daerah Najd, maka sasaran dakwahnya kini ditujukan ke negeri Mekah dan negeri Madinah (Haramain) dan daerah Selatan Jazirah Arab. Mula-mula Syeikh menawarkan kepada mereka dakwahnya melalui surat menyurat terhadap para ulamanya, namun mereka tidak mau menerimanya. Mereka tetap bertahan pada ajaran-ajaran nenek moyang yang mengkeramatkan kuburan dan mendirikan masjid di atasnya, lalu berduyun-duyun datang ke tempat itu meminta syafaat, meminta berkat, dan meminta agar dikabulkan hajat pada ahli kubur atau dengan mempersekutukan si penghuni kubur itu dengan Allah SWT. Sebelas tahun setelah meninggalnya kedua tokoh mujahid ini, yaitu Syeikh dan Amir Ibnu Saud, kemudian tampillah Imam Saud bin `Abdul `Aziz untuk meneruskan perjuangan pendahulunya. Imam Saud adalah cucu kepada Amir Muhammad bin Saud, rekan seperjuangan Syeikh semasa beliau masih hidup. Berangkatlah Imam Saud bin `Abdul `Aziz menuju tanah Haram Mekah dan Madinah (Haramain) yang dikenal juga dengan nama tanah Hijaz. Mula-mula beliau bersama pasukannya berjaya menduduki Thaif. Penaklukan Thaif tidak begitu banyak mengalami kesukaran karena sebelumnya Imam Saud bin `Abdul `Aziz telah mengirimkan Amir Uthman bin `Abdurrahman al-Mudhayifi dengan membawa pasukannya dalam jumlah yang besar untuk mengepung Thaif. Pasukan ini terdiri dari orang-orang Najd dan daerah sekitarnya. Oleh karena itu Ibnu `Abdul `Aziz tidak mengalami banyak kerugian dalam penaklukan negeri Thaif, sehingga dalam waktu singkat negeri Thaif menyerah dan jatuh ke tangan Salafy (pengikut Syaikh Muhammad). Di Tha'if, pasukan muwahidin membongkar beberapa maqam yang di atasnya didirikan masjid, di antara maqam yang dibongkar adalah maqam Ibnu Abbas r.a. Masyarakat setempat menjadikan maqam ini sebagai tempat ibadah, dan meminta syafaat serta berkat daripadanya. Dari Tha'if pasukan Imam Saud bergerak menuju Hijaz dan mengepung kota Mekah. Manakala Gubernur Mekah mengetahui sebab pengepungan tersebut (waktu itu Mekah di bawah pimpinan Syarif Husin), maka hanya ada dua pilihan baginya, menyerah kepada pasukan Imam Saud atau melarikan diri ke negeri lain. Ia memilih pilihan kedua, yaitu melarikan diri ke Jeddah. Kemudian, pasukan Saud segera masuk ke kota Mekah untuk kemudian menguasainya tanpa perlawanan sedikit pun. Tepat pada waktu fajar, Muharram 1218 H, kota suci Mekah sudah berada di bawah kekuasaan muwahidin sepenuhnya. Seperti biasa, pasukan muwahidin sentiasa mengutamakan sasarannya untuk menghancurkan patung-patung yang dibuat dalam bentuk kubah di perkuburan yang dianggap keramat, yang semuanya itu boleh mengundang kemusyrikan bagi kaum Muslimin.Maka semua lambang-lambang kemusyrikan yang didirikan di atas kuburan yang berbentuk kubah-kubah masjid di seluruh Hijaz, semuanya diratakan, termasuk kubah yang didirikan di atas kubur Khadijah r.a, isteri pertama Nabi kita Muhammad SAW. Bersamaan dengan itu mereka melantik sejumlah guru, dai, mursyid serta hakim untuk ditugaskan di daerah Hijaz. Selang dua tahun setelah penaklukan Mekah, pasukan Imam Saud bergerak menuju Madinah. Seperti halnya di Mekah, Madinah pun dalam waktu yang singkat saja telah dapat dikuasai sepenuhnya oleh pasukan Muwahhidin di bawah panglima Putera Saud bin Abdul Aziz, peristiwa ini berlaku pada tahun 1220 H. Dengan demikian, daerah Haramain (Mekah - Madinah) telah jatuh ke tangan muwahidin. Dan sejak itulah status sosial dan ekonomi masyarakat Hijaz secara berangsur-angsur dapat dipulihkan kembali, sehingga semua lapisan masyarakat merasa aman, tenteram dan tertib, yang selama ini sangat mereka inginkan. Walaupun sebagai sebuah daerah yang ditaklukan, keluarga Saud tidaklah memperlakukan rakyat dengan sesuka hati. Keluarga Saud sangat baik terhadap rakyat terutama pada kalangan fakir miskin yang mana pihak kerajaan memberi perhatian yang berat terhadap nasib mereka. Dan tetaplah kawasan Hijaz berada di bawah kekuasaan muwahidin (Saudi) yang dipimpin oleh keluarga Saud sehingga pada tahun 1226 H. Setelah delapan tahun wilayah ini berada di bawah kekuasaan Imam Saud, pemerintah Mesir bersama sekutunya Turki, mengirimkan pasukannya untuk membebaskan tanah Hijaz, terutama Mekah dan Madinah dari tangan muwahidin sekaligus hendak mengusir mereka keluar dari daerah tersebut. Adapun sebab campurtangan pemerintah Mesir dan Turki itu adalah seperti yang telah dikemukakan pada bahagian yang lalu, yaitu karena pergerakan muwahidin mendapat banyak tantangan dari pihak musuh-musuhnya, bahkan musuh dari pihak dalam Islam sendiri apalagi dari luar Islam, yang bertujuan sama yaitu untuk mematikan dan memadamkan api gerakan dakwah Salafiyyah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Oleh karena musuh-musuh gerakan Salafiyyah tidak mempunyai kekuatan yang memadai untuk menentang pergerakan Wahabiyah, maka mereka menghasut pemerintah Mesir dan Turki dengan menggunakan nama agama, seperti yang telah diterangkan pada kisah yang lalu. Akhirnya pasukan Mesir dan Turki menyerbu ke negeri Hijaz untuk membebaskan kedua kota suci Mekah dan Madinah dari cengkaman kaum muwahiddin, sehingga terjadilah peperangan di antara Mesir bersama sekutunya Turki di satu pihak melawan pasukan muwahidin dari Najd dan Hijaz di pihak lain. Peperangan ini telah berlangsung selama tujuh tahun, yaitu dari tahun 1226 hingga 1234 H. Dalam masa perang tujuh tahun itu tidak sedikit kerugian yang dialami oleh kedua belah pihak, terutama dari pihak pasukan Najd dan Hijaz, selain kerugian harta benda, tidak sedikit pula kerugian nyawa dan korban manusia. Tetapi syukur alhamdulillah, setelah lima tahun berlangsung perang saudara di antara Mesir-Turki dan Wahabi, pihak Mesir maupun Turki sudah mulai jemu dan bosan menghadapi peperangan yang berkepanjangan itu. Akhirnya, secara perlahan-lahan mereka sedar bahwa mereka telah keliru, sekaligus mereka menyadari bahwa sesungguhnya gerakan Wahabi tidak lain adalah sebuah gerakan Aqidah murni dan patut ditunjang serta didukung oleh seluruh umat Islam. Dalam dua tahun terakhir menjelang selesainya peperangan, secara diam-diam gerakan muwahidin terus melakukan gerakan dakwah dan mencetak kader-kadernya demi penerusan gerakan aqidah di masa-masa akan datang. Berakhirnya peperangan yang telah memakan waktu tujuh tahun tersebut, membikin dakwah Salafiyyah mulai lancar kembali seperti biasa. Semua kekacauan di tanah Hijaz boleh dikatakan berakhir pada tahun 1239 H. Begitu juga dakwah Salafiyyah telah tersebar secara meluas dan merata ke seluruh pelusuk Najd dan sekitarnya, di bawah kepemimpinan Imam Turki bin `Abdullah bin Muhammad bin Saud, adik sepupu Amir Saud bin `Abdul `Aziz yang disebutkan dahulu. Semenjak kekuasaan dipegang oleh Amir Turki bin `Abdullah, suasana Najd dan sekitarnya berangsur-angsur pulih kembali, sehingga memungkinkan bagi keluarga Saud (al-Saud) bersama keluarga Syeikh Muhammad (al-Syeikh) untuk melancarkan kembali dakwah mereka dengan lisan dan tulisan melalui juru-juru dakwah, para ulama serta para Khutaba. Suasana yang sebelumnya penuh dengan huru-hara dan saling berperang, kini telah berubah menjadi suasana yang penuh aman dan damai menyebabkan syiar Islam kelihatan di mana-mana di seluruh tanah Hijaz, Najd dan sekitarnya. Sedangkan syi'ar kemusyrikan sudah hancur diratakan dengan tanah. Ibadah hanya kepada Allah, tidak lagi ke perkuburan dan makhluk-makhluk lainnya. Masjid mulai kelihatan semarak dan lebih banyak dikunjungi oleh umat Islam, dibanding ke maqam-maqam yang dianggap keramat seperti sebelumnya. Khususnya daerah Hijaz dengan kota Mekah dan Madinah, begitu lama terputus hubungan dengan Kerajaan (daulah) Saudiyah, yaitu semenjak perlanggaran Mesir dan sekutunya pada tahun 1226 -1342, yang bererti lebih kurang seratus duapuluh tujuh tahun wilayah Hijaz terlepas dari tangan dinasti Saudiyah. Dan barulah kembali ke tangan mereka pada tahun 1343 H, yaitu di saat daulah Saudiyah dipimpin oleh Imam `Abdul `Aziz bin `Abdurrahman bin Faisal bin Turki bin `Abdullah bin Muhammad bin Saud, cucu keempat dari pendiri dinasti Saudiyah, Amir Muhammad bin Saud al-Awal. Menurut sejarah, setelah Mekah - Madinah kembali ke pangkuan Arab Saudi pada tahun 1343, hubungan Saudi - Mesir tetap tidak begitu baik yang mana tidak ada hubungan diplomatik di antara kedua negara tersebut, meskipun kedua bangsa itu tetap terjalin ukhuwah Islamiyah. Namun setelah Raja Faisal menaiki tahta menjadi ketua negara Saudi, hubungan Saudi - Mesir disambung kembali hingga kini. WafatnyaMuhammad bin `Abdul Wahab telah menghabiskan waktunya selama 48 tahun lebih di Dar'iyah. Keseluruhan hidupnya diisi dengan kegiatan menulis, mengajar, berdakwah dan berjihad serta mengabdi sebagai menteri penerangan Kerajaan Saudi di Tanah Arab. Dan Allah telah memanjangkan umurnya sampai 92 tahun, sehingga beliau dapat menyaksikan sendiri kejayaan dakwah dan kesetiaan pendukung-pendukungnya. Semuanya itu adalah berkat pertolongan Allah dan berkat dakwah dan jihadnya yang gigih dan tidak kenal menyerah waktu itu. Kemudian, setelah puas melihat hasil kemenangannya di seluruh negeri Dar'iyah dan sekitarnya, dengan hati yang tenang, perasaan yang lega, Muhammad bin `Abdul Wahab menghadap Tuhannya. Beliau kembali ke Rahmatullah pada tanggal 29 Syawal 1206 H, bersamaan dengan tahun 1793 M, dalam usia 92 tahun. Jenazahnya dikebumikan di Dar'iyah (Najd). Semoga Allah melapangkan kuburnya, dan menerima segala amal solehnya serta mendapatkan tempat yang layak di sisi Allah SWT. Amin.


Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
“Demi Allah, tidaklah benci kepada Ibnu Taimiyah melainkah orang yang bodoh atau pengikut hawa nafsu.”1) Qodhinya para qadhi Abdul Bar As-Subky. “Demi Allah, tidaklah benci kepada Ibnu Taimiyah melainkah orang yang bodoh atau pengikut hawa nafsu.”1) Qodhinya para qadhi Abdul Bar As-Subky.NAMA DAN NASAB
Beliau adalah imam, Qudwah, ‘Alim, Zahid dan Da’i ila Allah, baik dengan kata, tindakan, kesabaran maupun jihadnya; Syaikhul Islam, Mufti Anam, pembela dinullah daan penghidup sunah Rasul shalallahu’alaihi wa sallam yang telah dimatikan oleh banyak orang, Ahmad bin Abdis Salam bin Abdillah bin Al-Khidhir bin Muhammad bin Taimiyah An-Numairy Al-Harrany Ad-Dimasyqy.Lahir di Harran, salah satu kota induk di Jazirah Arabia yang terletak antara sungai Dajalah (Tigris) dengan Efrat, pada hari Senin 10 Rabiu’ul Awal tahun 661H. Beliau berhijrah ke Damasyq (Damsyik) bersama orang tua dan keluarganya ketika umurnya masih kecil, disebabkan serbuan tentara Tartar atas negerinyaa. Mereka menempuh perjalanan hijrah pada malam hari dengan menyeret sebuah gerobak besar yang dipenuhi dengan kitab-kitab ilmu, bukan barang-barang perhiasan atau harta benda, tanpa ada seekor binatang tunggangan-pun pada mereka.Suatu saat gerobak mereka mengalami kerusakan di tengah jalan, hingga hampir saja pasukan musuh memergokinya. Dalam keadaan seperti ini, mereka ber-istighatsah (mengadukan permasalahan) kepada Allah Ta’ala. Akhirnya mereka bersama kitab-kitabnya dapat selamat.PERTUMBUHAN DAN GHIRAHNYA KEPADA ILMUSemenjak kecil sudah nampak tanda-tanda kecerdasan pada diri beliau. Begitu tiba di Damsyik beliau segera menghafalkan Al-Qur’an dan mencari berbagai cabang ilmu pada para ulama, huffazh dan ahli-ahli hadits negeri itu. Kecerdasan serta kekuatan otaknya membuat para tokoh ulama tersebut tercengang.Ketika umur beliau belum mencapai belasan tahun, beliau sudah menguasai ilmu Ushuluddin dan sudah mengalami bidang-bidang tafsir, hadits dan bahasa Arab.Pada unsur-unsur itu, beliau telah mengkaji musnad Imam Ahmad sampai beberapa kali, kemudian kitabu-Sittah dan Mu’jam At-Thabarani Al-Kabir.Suatu kali, ketika beliau masih kanak-kanak pernah ada seorang ulama besar dari Halab (suatu kota lain di Syria sekarang, pen.) yang sengaja datang ke Damasyiq, khusus untuk melihat si bocah bernama Ibnu Taimiyah yang kecerdasannya menjadi buah bibir. Setelah bertemu, ia memberikan tes dengan cara menyampaikan belasan matan hadits sekaligus. Ternyata Ibnu Taimiyah mampu menghafalkannya secara cepat dan tepat. Begitu pula ketika disampaikan kepadanya beberapa sanad, beliaupun dengan tepat pula mampu mengucapkan ulang dan menghafalnya. Hingga ulama tersebut berkata: “Jika anak ini hidup, niscaya ia kelak mempunyai kedudukan besar, sebab belum pernah ada seorang bocah seperti dia.Sejak kecil beliau hidup dan dibesarkan di tengah-tengah para ulama, mempunyai kesempatan untuk mereguk sepuas-puasnya taman bacaan berupa kitab-kitab yang bermanfaat. Beliau infakkan seluruh waktunya untuk belajar dan belajar, menggali ilmu terutama kitabullah dan sunah Rasul-Nya shallallahu’alaihi wa sallam.Lebih dari semua itu, beliau adalah orang yang keras pendiriannya dan teguh berpijak pada garis-garis yang telah ditentukan Allah, mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Beliau pernah berkata: ”Jika dibenakku sedang berfikir suatu masalah, sedangkan hal itu merupakan masalah yang muskil bagiku, maka aku akan beristighfar seribu kali atau lebih atau kurang. Sampai dadaku menjadi lapang dan masalah itu terpecahkan. Hal itu aku lakukan baik di pasar, di masjid atau di madrasah. Semuanya tidak menghalangiku untuk berdzikir dan beristighfar hingga terpenuhi cita-citaku.”Begitulah seterusnya Ibnu Taimiyah, selalu sungguh-sungguh dan tiada putus-putusnya mencari ilmu, sekalipun beliau sudah menjadi tokoh fuqaha’ dan ilmu serta dinnya telah mencapai tataran tertinggi.PUJIAN ULAMAAl-Allamah As-Syaikh Al-Karamy Al-Hambali dalam Kitabnya Al-Kawakib AD-Darary yang disusun kasus mengenai manaqib (pujian terhadap jasa-jasa) Ibnu Taimiyah, berkata: “Banyak sekali imam-imam Islam yang memberikan pujian kepada (Ibnu Taimiyah) ini. Diantaranya: Al-Hafizh Al-Mizzy, Ibnu Daqiq Al-Ied, Abu Hayyan An-Nahwy, Al-Hafizh Ibnu Sayyid An-Nas, Al-Hafizh Az-Zamlakany, Al-Hafidh Adz-Dzahabi dan para imam ulama lain.Al-Hafizh Al-Mizzy mengatakan: “Aku belum pernah melihat orang seperti Ibnu Taimiyah ….. dan belum pernah kulihat ada orang yang lebih berilmu terhadap kitabullah dan sunnah Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam serta lebih ittiba’ dibandingkan beliau.”Al-Qadhi Abu Al-Fath bin Daqiq Al-Ied mengatakan: “Setelah aku berkumpul dengannya, kulihat beliau adalah seseorang yang semua ilmu ada di depan matanya, kapan saja beliau menginginkannya, beliau tinggal mengambilnya, terserah beliau. Dan aku pernah berkata kepadanya: “Aku tidak pernah menyangka akan tercipta manasia seperti anda.”Al-Qadli Ibnu Al-Hariry mengatakan: “Kalau Ibnu Taimiyah bukah Syaikhul Islam, lalu siapa dia ini ?”Syaikh Ahli nahwu, Abu Hayyan An-Nahwi, setelah beliau berkumpul dengan Ibnu Taimiyah berkata: “Belum pernah sepasang mataku melihat orang seperti dia …..” Kemudian melalui bait-bait syairnya, beliau banyak memberikan pujian kepadanya.Penguasaan Ibnu Taimiyah dalam beberapa ilmu sangat sempurna, yakni dalam tafsir, aqidah, hadits, fiqh, bahasa arab dan berbagai cabang ilmu pengetahuan Islam lainnya, hingga beliau melampaui kemampuan para ulama zamannya. Al-‘Allamah Kamaluddin bin Az-Zamlakany (wafat th. 727 H) pernah berkata: “Apakah ia ditanya tentang suatu bidang ilmu, maka siapa pun yang mendengar atau melihat (jawabannya) akan menyangka bahwa dia seolah-olah hanya membidangi ilmu itu, orang pun akan yakin bahwa tidak ada seorangpun yang bisa menandinginya”. Para Fuqaha dari berbagai kalangan, jika duduk bersamanya pasti mereka akan mengambil pelajaran bermanfaat bagi kelengkapan madzhab-madzhab mereka yang sebelumnya belum pernah diketahui. Belum pernah terjadi, ia bisa dipatahkan hujahnya. Beliau tidak pernah berkata tentang suatu cabang ilmu, baik ilmu syariat atau ilmu lain, melainkan dari masing-masing ahli ilmu itu pasti terhenyak. Beliau mempunyai goresan tinta indah, ungkapan-ungkapan, susunan, pembagian kata dan penjelasannya sangat bagus dalam penyusunan buku-buku.”Imam Adz-Dzahabi rahimahullah (wafat th. 748 H) juga berkata: “Dia adalah lambang kecerdasan dan kecepatan memahami, paling hebat pemahamannya terhadap Al-Kitab was-Sunnah serta perbedaan pendapat, dan lautan dalil naqli. Pada zamannya, beliau adalah satu-satunya baik dalam hal ilmu, zuhud, keberanian, kemurahan, amar ma’ruf, nahi mungkar, dan banyaknya buku-buku yang disusun dan amat menguasai hadits dan fiqh.Pada umurnya yang ke tujuh belas beliau sudah siap mengajar dan berfatwa, amat menonjol dalam bidang tafsir, ilmu ushul dan semua ilmu-ilmu lain, baik pokok-pokoknya maupun cabang-cabangnya, detailnya dan ketelitiannya. Pada sisi lain Adz-Dzahabi mengatakan: “Dia mempunyai pengetahuan yang sempurna mengenai rijal (mata rantai sanad), Al-Jarhu wat Ta’dil, Thabaqah-Thabaqah sanad, pengetahuan ilmu-ilmu hadits antara shahih dan dhaif, hafal matan-matan hadits yang menyendiri padanya ….. Maka tidak seorangpun pada waktu itu yang bisa menyamai atau mendekati tingkatannya ….. Adz-Dzahabi berkata lagi, bahwa: “Setiap hadits yang tidak diketahui oleh Ibnu Taimiyah, maka itu bukanlah hadist.Demikian antara lain beberapa pujian ulama terhadap beliau.DA’I, MUJAHID, PEMBASMI BID’AH DAN PEMUSNAH MUSUHSejarah telah mencatat bahwa bukan saja Ibnu Taimiyah sebagai da’i yang tabah, liat, wara’, zuhud dan ahli ibadah, tetapi beliau juga seorang pemberani yang ahli berkuda. Beliau adalah pembela tiap jengkal tanah umat Islam dari kedzaliman musuh dengan pedannya, seperti halnya beliau adalah pembela aqidah umat dengan lidah dan penanya.Dengan berani Ibnu Taimiyah berteriak memberikan komando kepada umat Islam untuk bangkit melawan serbuan tentara Tartar ketika menyerang Syam dan sekitarnya. Beliau sendiri bergabung dengan mereka dalam kancah pertempuran. Sampai ada salah seorang amir yang mempunyai diin yang baik dan benar, memberikan kesaksiannya: “…… tiba-tiba (ditengah kancah pertempuran) terlihat dia bersama saudaranya berteriak keras memberikan komando untuk menyerbu dan memberikan peringatan keras supaya tidak lari …” Akhirnya dengan izin Allah Ta’ala, pasukan Tartar berhasil dihancurkan, maka selamatlah negeri Syam, Palestina, Mesir dan Hijaz.Tetapi karena ketegaran, keberanian dan kelantangan beliau dalam mengajak kepada al-haq, akhirnya justru membakar kedengkian serta kebencian para penguasa, para ulama dan orang-orang yang tidak senang kepada beliau. Kaum munafiqun dan kaum lacut kemudian meniupkan racun-racun fitnah hingga karenanya beliau harus mengalami berbagai tekanan di pejara, dibuang, diasingkan dan disiksa.KEHIDUPAN PENJARAHembusan-hembusan fitnah yang ditiupkan kaum munafiqin serta antek-anteknya yang mengakibatkan beliau mengalami tekanan berat dalam berbagai penjara, justru dihadapi dengan tabah, tenang dan gembira. Terakhir beliau harus masuk ke penjara Qal’ah di Dimasyq. Dan beliau berkata: “Sesungguhnya aku menunggu saat seperti ini, karena di dalamnya terdapat kebaikan besar.”Dalam syairnya yang terkenal beliau juga berkata:“Apakah yang diperbuat musuh padaku !!!!Aku, taman dan dikebunku ada dalam dadakuKemanapun ku pergi, ia selalu bersamakudan tiada pernah tinggalkan aku.Aku, terpenjaraku adalah khalwatKematianku adalah mati syahidTerusirku dari negeriku adalah rekreasi.Beliau pernah berkata dalam penjara: “ Orang dipenjara ialah orang yang terpenjara hatinya dari Rabbnya, orang yang tertawan ialah orang yang ditawan orang oleh hawa nafsunya.”Ternyata penjara baginya tidak menghalangi kejernihan fitrah islahiyah-nya, tidak menghalanginya untuk berdakwah dan menulis buku-buku tentang aqidah, tafsir dan kitab-kitab bantahan terhadap ahli-ahli bid’ah.Pengagum-pengagum beliau diluar penjara semakin banyak. Sementara di dalam penjara, banyak penghuninya yang menjadi murid beliau, diajarkannya oleh beliau agar mereka iltizam kepada syari’at Allah, selalu beristighfar, tasbih, berdoa dan melakukan amalan-amalan shahih. Sehingga suasana penjara menjadi ramai dengan suasana beribadah kepada Allah. Bahkan dikisahkan banyak penghuni penjara yang sudah mendapat hak bebas, ingin tetap tinggal di penjara bersamanya. Akhirnya penjara menjadi penuh dengan orang-orang yang mengaji.Tetapi kenyataan ini menjadikan musuh-musuh beliau dari kalangan munafiqin serta ahlul bid’ah semakin dengki dan marah. Maka mereka terus berupaya agar penguasa memindahkan beliau dari satu penjara ke penjara yang lain. Tetapi inipun menjadikan beliau semakin terkenal. Pada akhirnya mereka menuntut kepada pemerintah agar beliau dibunuh, tetapi pemerintah tidak mendengar tuntutan mereka. Pemerintah hanya mengeluarkan surat keputusan untuk merampas semua peralatan tulis, tinta dan kertas-kertas dari tangan Ibnu Taimiyah.Namun beliau tetap berusaha menulis di tempat-tempat yang memungkinkan dengan arang. Beliau tulis surat-surat dan buku-buku dengan arang kepada sahabat dan murid-muridnya. Semua itu menunjukkan betapa hebatnya tantangan yang dihadapi, sampai kebebasan berfikir dan menulis pun dibatasi. Ini sekaligus menunjukkan betapa sabar dan tabahnya beliau. Semoga Allah merahmati, meridhai dan memasukkan Ibnu Taimiyah dan kita sekalian ke dalam surganya.WAFATNYABeliau wafatnya di dalam penjara Qal’ah Dimasyq disaksikan oleh salah seorang muridnya yang menonjol, Al-‘Allamah Ibnul Qayyim Rahimahullah.Beliau berada di penjara ini selamaa dua tahun tiga bulan dan beberapa hari, mengalami sakit dua puluh hari lebih. Selama dalam penjara beliau selalu beribadah, berdzikir, tahajjud dan membaca Al-Qur’an. Dikisahkan, dalam tiah harinya ia baca tiga juz. Selama itu pula beliau sempat menghatamkan Al-Qur’an delapan puluh atau delapan puluh satu kali.Perlu dicatat bahwa selama beliau dalam penjara, tidak pernah mau menerima pemberian apa pun dari penguasa.Jenazah beliau dishalatkan di masjid Jami’Bani Umayah sesudah shalat Zhuhur. Semua penduduk Dimasyq (yang mampu) hadir untuk menshalatkan jenazahnya, termasuk para Umara’, Ulama, tentara dan sebagainya, hingga kota Dimasyq menjadi libur total hari itu. Bahkan semua penduduk Dimasyq (Damaskus) tua, muda, laki, perempuan, anak-anak keluar untuk menghormati kepergian beliau.Seorang saksi mata pernah berkata: “Menurut yang aku ketahui tidak ada seorang pun yang ketinggalan, kecuali tiga orang musuh utamanya. Ketiga orang ini pergi menyembunyikan diri karena takut dikeroyok masa. “Bahkan menurut ahli sejarah, belum pernah terjadi jenazah yang dishalatkan serta dihormati oleh orang sebanyak itu melainkan Ibnu Taimiyah dan Imam Ahmad bin Hambal.Beliau wafat pada tanggal 20 Dzul Hijjah th. 728 H, dan dikuburkan pada waktu Ashar di samping kuburan saudaranya Syaikh Jamal Al-Islam Syarafuddin. Semoga Allah merahmati Ibnu Taimiyah, tokoh Salaf, da’i, mujahidd, pembasmi bid’ah dan pemusnah musuh. Wallahu a’lam. Dinukil dari buku: Ibnu Taimiyah, Bathal Al-Islah Ad-Diny. Mahmud Mahdi Al-Istambuli, cet II 1397 H/1977 M. Maktabah Dar-Al-Ma’rifah–Dimasyq. hal. Depan